Mohon tunggu...
Syifa Salsabila
Syifa Salsabila Mohon Tunggu... Penulis - UIN Sunan Gunung Djati

Menyebarkan kebaikan melalui kata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penggunaan Dwibahasa Disesuaikan dengan Kebutuhan atau Mengikuti Tren?

5 Juli 2023   23:48 Diperbarui: 5 Juli 2023   23:57 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ribuan bahasa saat ini telah berkembang dan berupaya untuk terus dilestarikan sebagai bagian dari indentitas budaya suatu bangsa. Tak heran, jika setiap bangsa atau negara menggunakan berbagai cara yang tepat agar bahasa tersebut dapat dikenal diantara bahasa-bahasa lain.

Bahasa ibu merupakan bahasa utama yang dipahami seseorang sejak mereka lahir. Sedangkan bahasa kedua merupakan bahasa yang dipelajari dan disesuaikan dalam penggunannya. Dalam kehidupan yang dewasa ini, penggunaan bahasa kedua menjadi hal yang umum digunakan masyarakat dalam berkomunikasi. Dari sanalah munculah aktivitas bahasa yang disebut dwibahasa yaitu menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi. Namun, apakah bahasa asing menjadi suatu kebutuhan masyarakat atau hanya mengikuti trend saja? melihat maraknya bahasa asing yang terus berkeliaran di lingkungan masyarakat.

Maraknya bahasa asing yang terus merambah di setiap negara, membuat bahasa tersebut lebih di kenal bahkan sedikit demi sedikit digunakan dalam keseharian. Faktor-faktor yang menggiring bahasa tersebut masuk ke suatu daerah, khususnya Indonesia, diantaranya adalah perkembangan teknologi dan komunikasi, adanya penyerapan budaya, pergulan, lingkungan hingga kebiasaan yang mendominasi penggunaan bahasa kedua tersebut (Bitu, 2020).

Setiap masyarakat mampu menggunakan bahasa kedua tersebut secara baik dan tepat. Tidak hanya bahasa asing yang digunakan masyarakat dalam sebuah susunan kalimat, tetapi bahasa daerah pun terkadang ikut andil melengkapi susunan kalimat tersebut. Sehingga, penggunaan bahasa kedua tersebut tidak terasa sama sekali kehadirannya karena telah terbiasa dalam menggunakannya. Bahkan seorang penutur pun tidak sadar jika ia menggunakan dua bahasa atau lebih saat berbicara.

Setiawati (2021) menjelaskan jika bahasa gaul menjadi pengaruh dari trend perkembangan bahasa di Indonesia. Lagi-lagi perkembangan teknologi yang kini tertuju pada sesuatu yang berwujud serba digital. Perkembangan tersebut cukup merubah kehidupan masyarakat karna mereka menerima dan mengenal sesuatu hal yang baru. terlebih bagi generasi milenial yang kini sangat dekat dengan perubahan tersebut.

 Teknologi yang paling banyak digunakan adalah gadget dan media sosial. Itulah wadah mereka untuk menggali informasi dan berkomunikasi. Dalam melakukan interkasi sosial di media sosisal pastinya kita tidak bisa mencegah adanya perbedaan bahasa yang sangat kontras terlihat. Variasi bahasa itulah yang membuat mereka tertarik untuk sekedar mengetahui atau berniat untuk mempelajari karena bahasa-bahasa tersebut dinilai 'keren' saat memakainya.

Misalnya saja dalam kalimat, "Maybe, dia lagi kurang sehat." Kata Maybe disana merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris yang artinya mungkin.  Tetapi, dalam bahasa gaul, Maybe bisa saja berartikan keraguan akan sesuatu. Kemudian, ada kata jujurly yang menggunakan kata asli jujur dan berimbuhan akhir ly yang artinya sejujurnya, dan masih banyak lagi bahasa asing yang biasa dijadikan padanan kata baru dalam sebuah kalimat.

Jadi penggunaan bahasa kedua, bisa dikatakan kebutuhan atau hanya mengikuti trend saja, itu bisa dikembalikan kepada sang pengguna bahasa. Dari setiap hal yang ada, pasti memiliki hal kelebihan dan kekurangan yang mesti diperhatikan. Kelebihan penggunaan dwibahasa ini adalah kita dapat mengenal dan menggunakan berbagai variasi bahasa, lebih dianggap gaul bahkan dapat berbicara secara fasih menggunakan bahasa kedua dan yang paling penting adalah kita dapat mempelajari budaya bangsa lain hanya dari bahasanya. Adapun kekurangannya yaitu padanan kata bahasa ibu akan menjadi tidak sempurna, tidak bisa membedakan mana kata baku dan tidak baku, butuh waktu yang lama untuk mempelajari bahasa secara utuh dan bahasa ibu akan semakin ditinggalkan jika terus dibiarkan atau bahkan tidak mengetahui mana bahasa ibu dan mana bahasa serapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun