Di pihak lain, koruptor adalah pencuri. Jadi, isi kotor, penuh keburukan. Koruptor itu sangat potensial, bahkan sebenarnya, dalam kebohongan. Saat koruptor berbohong, koruptor pada hakikatnya bukan muslim, karena mulutnya tak terjaga dari keburukan.
Bila koruptor, secara hakikat bukan muslim apalagi muhsin, apakah koruptor masih layak disebut beriman? Nyatanya, koruptor adalah orang yang rakus. 'Mayoritas', untuk tidak mengatakan 'semua', koruptor adalah orang yang mapan secara ekonomi.
Para koruptor rata-rata kaya, tapi korupsi. Itu menunjukkan ketidakbersyukuran mereka atas nikmat yang telah mereka dapatkan. Itu juga menunjukkan ketidaksabaran mereka untuk memegang amanat dengan baik, tanpa tergoda hasrat yang salah. Mengingat sabar dan syukur adalah parameter iman, maka koruptor yang tidak bersabar dan tidak bersyukur, pada hakikatnya, tidak beriman.
Jadi, bisa disimpulkan itu koruptor bukan mukmin, bukan muslim dan bukan muslim, ganti berKTP 'islam'. Kalau kesimpulannya rupa rupa, layakkah kita koroptor berKTP 'islam' dengan mengangapnya sebagai saudara seagama? []
Sumber: syiarnusantara.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H