Di momen itulah, hakikat jami` menghilang dan inti hari jumat pergi, sementara Islam dan umat Islam dikurung. (h. 89) Agar jami` (ruang) dan jumat (waktu) kembali seperti idealitas masa Nabi dan Khulafaurrasyidin, jami` dan jumat harus diposisikan sebagai ruang dan waktu dialog sosial berkesetaraan, bukan sekadar ruang dan waktu ritual-monolog. Dalam dialog, semua pihak terkait aktif. Dalam monolog, hanya satu orang berbicara, sementara yang lain hanya pendengar pasif yang kadang mengantuk.
Di Aula Nurcholish Madjid Universitas Paramadina, Jakarta, Indonesia, idealitas itu diselenggarakan. Aula itu bukan masjid tapi jmi`. Di situ, tak hanya diadakan beragam kegiatan bernuansa dialog, tapi juga shalat jumat dan khutbah jumat sebagaimana umumnya. Tapi, pasca shalat jumat, ada sarasehan, di mana jamaah berdialog tentang tema di khutbah jumat kala itu dan hal-hal lain yang terjadi di masyarakat. Itu tindakan yang perlu diteruskan dan dikembangkan supaya tidak ada lagi realitas jami` tercuri, jumat pergi dan Islam tersandera.Â
Sumber: syiarnusantara. Id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H