Positivisme merupakan suatu aliran filsafat hukum yang mengandaikan bahwa teori hukum dikonsepkan sebagai ius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege atau lex, guna menjamin kepastian antara apa yang dianggap sebagai hukum atau bukan. Positivisme hukum analitis yang dikembangkan oleh John Austin antara abad ke-19 dan awal abad ke-20 mendominasi pemikiran hukum di Barat, dimana terlihat jelas bahwa peran positivisme analitis khususnya dalam implementasinya adalah menerapkan kewenangan yang menerapkan hukum.
Maka tidak mengherankan jika kritik terhadap positivisme hukum muncul ketika hukum menjadi kewenangan atau dijadikan instrumen kekuasaan untuk mencapai tujuan pemerintah, bukan untuk mencapai tujuan hukum. Namun hal ini tidak identik dengan positivisme hukum yang menjadi alasan kegagalan dalam kehidupan hukum khususnya dalam penegakan hukum. Dan hukum positivisme secara tegas memisahkan antara moralitas dan sosial.
ARGUMEN TENTANG MAZHAB HUKUM POSITIVISME DALAM HUKUM DI INDONESIA
Madzhab hukum positivisme memiliki peranan penting dalam sistem hukum di Indonesia. Di sini, kita bisa melihat bagaimana prinsip-prinsip positivisme memengaruhi cara hukum diterapkan dan dipahami oleh masyarakat. Pertama-tama, positivisme menekankan pentingnya kepastian hukum. Di Indonesia, undang-undang yang ditetapkan oleh DPR dan pemerintah menjadi pedoman bagi semua orang. Misalnya, ketika ada undang-undang tentang larangan merokok di tempat umum, semua orang bisa dengan jelas memahami bahwa merokok di tempat tersebut adalah pelanggaran. Dengan adanya aturan yang jelas, masyarakat dapat lebih mudah memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ini menciptakan kepastian yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, satu poin menarik dari positivisme adalah pemisahan antara hukum dan moralitas. Ini artinya, tidak semua hukum harus sejalan dengan nilai-nilai moral yang ada di masyarakat. Di Indonesia, kita sering menemukan undang-undang yang mungkin dianggap tidak adil oleh beberapa orang. Misalnya, ada peraturan tentang denda untuk pelanggaran tertentu yang mungkin berat bagi individu, tetapi tetap berlaku karena sudah ditetapkan secara resmi. Dalam hal ini, positivisme mengajarkan bahwa selama hukum telah melalui proses yang benar, maka hukum itu sah dan harus dipatuhi.
Positivisme juga menekankan pentingnya penerapan hukum yang konsisten. Dalam sistem hukum di Indonesia, harapannya adalah semua orang, tanpa terkecuali, akan diperlakukan sama di mata hukum. Jika seseorang melanggar hukum, maka sanksi yang diberikan harus sesuai dengan aturan yang ada. Contohnya, jika seorang pejabat melanggar aturan, dia harus dikenakan sanksi yang sama seperti warga biasa. Ini membantu menegakkan keadilan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu, positivisme fokus pada proses dan mekanisme pembuatan hukum. Di Indonesia, undang-undang tidak dibuat secara sembarangan. Ada prosedur formal yang harus dilalui, mulai dari pembahasan di DPR hingga pengesahan oleh presiden. Proses ini memastikan bahwa setiap aturan yang dibuat telah melalui kajian dan diskusi yang cukup. Meskipun masih ada tantangan dalam implementasi, pendekatan ini memberikan landasan yang kuat untuk hukum yang adil. Tak kalah penting, positivisme memungkinkan hukum untuk beradaptasi dengan perubahan sosial. Di Indonesia, kita sering melihat undang-undang baru muncul untuk mengatasi isu-isu terkini, seperti teknologi dan perlindungan data pribadi. Ini menunjukkan bahwa hukum tidak statis, tetapi bisa berubah sesuai kebutuhan masyarakat. Misalnya, dengan semakin banyaknya penggunaan media sosial, muncul undang-undang yang mengatur penyebaran informasi di dunia maya. Ini adalah contoh nyata bagaimana hukum bisa beradaptasi dan relevan dengan kondisi saat ini.
Dengan semua aspek tersebut, madzhab hukum positivisme dapat membantu menciptakan sistem hukum yang jelas, teratur, dan dapat diandalkan di Indonesia. Meskipun masih ada tantangan dalam pelaksanaan dan penerapannya, prinsip-prinsip positivisme memberikan dasar yang kuat untuk membangun keadilan dan kepastian hukum. Ini penting agar masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang aman dan teratur, di mana hak dan kewajiban mereka dihormati dan dilindungi.
REFERENSI
Samekto, Adji, 2015, Pergeseran Pemikiran Hukum dari Era Yunani Menuju Postmodernisme, Jakarta, Konpress.
Yusriyadi, Bahan Kuliah Teori Hukum MIH Fakultas Hukum UNDIP Semarang, tanggal 14 November 2014.