Sebuah tulisan untuk si perfeksionis yang selalu menuntut kesempurnaan.
"Saya maunya sempurna!", menjadi kata-kata yang acap kali keluar dari mulut orang yang perfeksionis. Lalu apa sih arti perfeksionis itu? Menurut KBBI, perfeksionis berarti orang yang ingin segala-galanya sempurna, orang yang percaya bahwa kesempurnaan moral dicapai kalau dapat hidup tanpa dosa. Perfeksionisme banyak kita jumpai di sekitar kita atau mungkin diri kita sendiri. Orang yang perfeksionis biasanya sering merasa tidak puas dengan apa yang ia kerjakan, memiliki standar yang terlalu tinggi dalam banyak hal dan menginginkan segalanya sempurna.
Perfeksionisme bagi beberapa orang dianggap sebagai hal yang baik, karena sifat ini dapat mendorong seseorang untuk terus maju, berubah, dan memiliki motivasi yang kuat untuk menggapai cita-cita yang harus sempurna. Akan tetapi jika berlebihan hal ini ternyata dapat menjadi boomerang bagi diri kita sendiri.
Peneliti Frost, Marten, Lahart, dan Rosenblate (1990) mendefinisikan perfeksionisme sebagai: "Sifat yang menetapkan standar ekspresi diri yang terlalu tinggi, disertai dengan evaluasi diri yang terlalu kritis." Orang yang perfeksionis biasanya akan menjadi kritikus terbesar bagi dirinya sendiri dan orang di sekitarnya. Penulis pribadi juga pernah mengalaminya ketika menjadi ketua panitia sebuah seminar. Saat itu saya ingin seminar tersebut berjalan dengan sempurna dan dihadiri lebih dari 300 peserta. Namun pada akhirnya, tak sampai 50 peserta yang mendaftar. Hal itu membuat saya merasa gagal dan sangat kecewa, "Kok yang daftar baru segini?! Pasti promosi kita kurang menarik!" ungkap saya dalam hati. Saya terus saja menyalahkan diri saya dan orang di sekitar atas kegagalan yang terjadi--tidak sesuainya jumlah peserta dengan target awal--. Padahal kegagalan itu penyebabnya bukan karena diri daya pribadi. Berdasarkan testimoni beberapa peserta yang hadir: Acaranya berjalan dengan baik, seru, dan banyak ilmu yang didapatkan. Akan tetapi testimoni yang baik tersebut tidak membuat saya merasa puas dan saya terus meratapi sedikitnya jumlah peserta yang hadir.
Dilansir dari saluran Youtube dr. Jiemi Ardian, SpKJ. Ia Berpendapat bahwa: "Beberapa perfeksionis memiliki latar belakang emosi yang takut dan cemas." Sebagian perfeksionis memang tidak menuntut segala sesuatunya untuk sempurna, hanya saja ingin sesederhana sesuai keinginannya. Akan tetapi Ia akan merasa kecewa, bingung, dan menjadi sangat gelisah jika hal tersebut ternyata tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Ketika rasa takut dan cemas itu menjadi begitu intens, ia akan berusaha mengatur orang di sekitarnya untuk bekerja sesuai dengan standar yang diharapkan.Â
"Ah ga rapi, biar gue aja yang ngerjain", "Ga gitu harusnya, biar gue aja yang beresin". Hal tersebut dulu seringkali penulis alami. Saat itu saya membebankan diri saya untuk pekerjaan yang sebenarnya bisa saya delegasikan ke orang lain. Saya masih sulit untuk percaya dan membagi tugas dengan beberapa orang karena takut mereka tidak bisa bekerja sesuai standar yang saya harapkan dan merasa hasilnya akan lebih maksimal jika saya yang turun tangan.
Perfeksionisme dan Kesehatan Mental
Memaksakan diri dan orang sekitar untuk mencapai target yang tidak realistis membuat kita lelah dan stres, bayangkan betapa tidak menyenangkannya menjalani hidup di bawah ketakutan dan kecemasan untuk kesempurnaan yang sebenarnya fana. Pada akhirnya saya menyadari sifat perfeksionisme di dalam diri ini sudah berlebihan dan jika dibiarkan hal ini dapat mengganggu kesehatan mental. Begitu juga dengan pembaca yang mungkin merasa sebagai seseorang yang perfeksionis? Hal itu ternyata sesuai dengan pendapat Murray W. Enns, yang mengatakan bahwa: "Depresi adalah manifestasi paling umum dari individu perfeksionis."
Dalam ulasan psikologis klinis menyatakan: "Perfectionism as a transdiagnostic process: A clinical review" yang ditulis oleh Sarah J. Egan, dkk menyebutkan bahwa efek negatif perfeksionisme pada kesehatan mental utamanya diwujudkan dalam gangguan psikologis dan penyakit psikosomatis. Dalam penelitian sebelumnya, perfeksionisme juga ditemukan berkaitan dengan berbagai fenomena psikopatologis, seperti depresi, kecemasan, obsesi, gangguan makan, dan gangguan psikosomatis.
Lalu apa yang menyebabkan orang tersebut menjadi pribadi yang perfeksionis?Â