Mohon tunggu...
sydney azzahra
sydney azzahra Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa UPNVJ

mahasiswa UPNVJ

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Katanya Cinta, tapi Kok Merana?

17 Juni 2020   12:24 Diperbarui: 17 Juni 2020   14:23 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jatuh cinta dan berjumpa pacar idaman adalah impian setiap remaja. Tapi faktanya, 68 % remaja terjebak dalam toxic relationship.

Apa kamu salah satunya?

Bayangkan peristiwa ini. Rania (15) dan Rangga (16), sudah 9 bulan menjalin hubungan cinta. Mereka satu sekolah, dan Rangga adalah kakak kelas Rania. Punya banyak kesamaan adalah salah satu alasan mereka cocok. Sama-sama introvert, suka nonton film dokumenter, dan mencoba makanan baru, adalah beberapa diantaranya. Tapi dua bulan terakhir mereka sering bertengkar, awalnya karena Rangga keberatan Rania banyak ekstra kurikuler baru. Berlanjut ke cemburu.

Awalnya Rania menanggapi santai, tapi lama-lama terbawa emosi juga. Dua kali sudah mereka putus sambung. Ketiga kali putus, Rania mengatakan ia akan mengakhiri hubungan itu. Rangga bukan hanya marah, tapi juga mengancam akan bunuh diri. Rania takut dan kasihan, dan akhirnya menjalin kembali hubungan itu. Rangga pun berjanji akan berubah. Berhasilkah mereka? Atau mereka sudah terjebak ke toxic relationship, yang konon memang sangat sulit lepas kalau sudah menjerat?

Sama Seperti Tubuh, Hubungan Cinta Pun Harus Sehat!

Dikutip dari Degenova & Rice dalam buku Intimate Relationships, Marriages, and Families, pacaran adalah menjalankan suatu hubungan di mana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat mengenal satu sama lain. Mendapatkan kesenangan tersendiri, mencoba keakraban dengan lawan jenis, dan mencari teman untuk berkembang bersama, merupakan alasan yang mendorong remaja berpacaran. Hal tersebut ternyata terbukti dialami oleh dua responden dari survei yang telah tim kami lakukan terhadap 60 remaja berusia 15-21 tahun yang berdomisili di Jakarta.

"Gue mulai pacaran di umur 12 tahun, alasannya mau coba saja, sih, pacaran tuh, sebenarnya rasanya gimana," ujar remaja laki-laki umur 18 tahun dengan nama ilustrasi Ibi. Setelah merasakan pacaran, Ibi bukan saja punya pengalaman baru, tetapi juga jadi punya banyak teman yang didapatkan dari teman-teman pacarnya. Ibi yang awalnya susah bergaul di sekolah, jadi merasa lebih santai dan supel.

Berbeda dengan alasan Ibi, Dede, remaja perempuan berusia 20 tahun, butuh pasangan untuk memotivasi dirinya di bidang akademik. "Kalau aku sih, mulai pacaran di umur 15 tahun ketika baru masuk SMA. Pada saat itu aku merasa perlu, supaya aku belajarnya lebih semangat," jelas Dede.

Apa pun alasannya, sebaiknya hubungan pacaran harus sehat. Perhatikan checklist di bawah ini, dibuat berdasarkan hasil wawancara virtual tim kami dengan Roslina Verauli, Psikolog anak, remaja dan keluarga, via Zoom pada hari Senin, 8 Juni 2020.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Jika dalam Check List diatas kamu mencentang kurang dari 3 poin, artinya hubungan kamu berada di tahap yang tidak sehat atau yang biasa disebut toxic relationship, lho! Tenang, kamu tidak sendirian, kok! Sesuai dengan survei kami, 68% remaja juga pernah berada dalam kondisi toxic relationship.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun