Perkembangan dan potensi industri halal di dunia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan State of The Global Islamic Report tahun 2022, terdapat setidaknya 1,9 miliar umat muslim di dunia yang menjadi konsumen industri halal dengan total belanja konsumen sebesar $2 triliun. Proyeksi dari Compound Annual Growth Rate (CAGR), industri halal akan meningkat 7,5% pada tahun 2021 sampai 2025 dengan total dana yang dibelanjakan akan meningkat sebesar $2,8 triliun. Dari data tersebut dapat diperkirakan bahwa prospek industri halal kedepan sangat baik.
Meningkatnya kesadaran konsumen Muslim terhadap pentingnya mengkonsumsi produk halal menjadi salah satu penyebabnya. Studi yang dilakukan Sugibayashi dkk. tahun 2019 menyatakan bahwa 66% konsumen mau membayar lebih suatu produk yang dianggap etis dan sesuai syariah (ethical consumerism). Artinya, konsumen Muslim tidak hanya fokus pada kehalalan produknya saja, melainkan juga keseluruhan proses produksi yang harus etis dan sesuai dengan kaidah Islam.
Dilihat dari persepktif industri halal, momen ini menjadi sangat potensial bagi pelaku bisnis untuk menyesuaikan kembali bisnis modelnya, terutama terhadap manajemen rantai pasokan halal dari produk yang dihasilkan.
Manajemen Rantai Pasokan Halal: Strategi Keunggulan Kompetitif
Mengutip Master Plan Industri Halal Indoneisa tahun 2023-2029 oleh KNEKS, pengembangan industri halal merupakan salah satu langkah strategis untuk mewujudkan potensi ekonomi baru yang berkelanjutan, kaitannya dalam hal pengembangan industrialisasi halal di Indonesia saat ini. Sebagai contoh, dalam Laporan Ekosistem Industri Halal milik Bank Indonesia tahun 2020 disebutkan industri makanan dan minuman halal di Indonesia berkembang pesat dengan berbagai variasi produknya.
Ditekankan juga dalam laporan tersebut bahwa industri makanan dan minuman berkontribusi kepada PDB non migas sebesar 34,33% tahun 2017. Makin terlihat peran penting perkembangan industri pengolahan, dalam hal ini industri makanan dan minuman terhadap bisnis bekelanjutan industri halal dunia.Â
Dalam Master Plan Industri Halal Indoneisa tahun 2023-2029 oleh KNEKS juga ditekankan, salah satu strategi utama pengembangan industri halal adalah peningkatan produktivitas dan daya saing. Penguatan rantai pasokan halal atau halal value chain menjadi satu diantara program utamanya. Manajemen rantai pasokan halal menjadi kunci untuk mencapai bisnis berkelanjutan dari industri pengolahan secara umum. Pasalnya, industri pengolahan banyak memiliki titik kritis sehingga perlu menjaga kehalalan dari hulu hingga hilir.
Mulai dari bahan baku, proses produksi, peralatan dan transportasi yang digunakan, hingga jadi dan siap dikonsumsi oleh konsumen. Penanganan produk halal dan yang tidak halal jelas harus dipisahkan. Menurut UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal dinyatakan bahwa produk halal dihasilkan melalui proses produk halal, yakni serangkaian proses untuk menjamin kehalalan produk, mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, hingga penyajian produk.
Mengutip pemaparan KNEKS dalam Kerangka Sistem Ketertelusuran Halal Untuk Industri Pangan, Makanan, dan Minuman Halal di Indonesia tahun 2021, ada prinsip-prinsip manajemen rantai pasokan halal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan dan memperluas integritas halal dari sumber ke titik pembelian oleh konsumen.
Prinsip yang menekankan pada pencegahan kontaminasi antara halal dan haram, jika terjadi kontaminasi silang (sedikit saja) dan keraguan, maka produk tersebut harus dihindari. Selanjutnya, proses kordinasi untuk konsolidasi arus kargo halal yang sangat urgen bagi negara non-muslim untuk mencapai efisiensi dalam manajemen rantai pasokan halalnya. Terakhir, pentingnya peran pengadaan guna mengelola struktur jaringan rantai pasokan halal yang diperoleh bisa melalui strategi pembelian (komoditas), pemilihan pemasok (pembelian taktis), pemesanan, percepatan, dan evaluasi pemasok (van Weele, 2002; Kraljic, 1983; Wagner dan Johnson, 2004).
Aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian dan jaminan halal juga telah ditinjau, diubah, dan diterbitkan oleh panel Syariah IHI Alliance sebagai Standar Logistik Halal Internasional IHIAS 0100: 2010. Standar ini kemudian menjadi acuan global untuk integritas rantai pasokan halal.Â
Manajemen Rantai Pasokan Halal dan Bisnis Berkelanjutan
Studi terbaru dari Kurniawati dan Cakravastia tahun 2023 menyimpulkan bahwa integritas halal untuk menjamin kehalalan suatu produk merupakan salah satu isu penting yang dapat menggambarkan hubungannya dengan bisnis berkelanjutan (sustainability business). Umumnya, pendekatan Triple Bottom Line digunakan untuk mengukur keberlanjutan bisnis. Dalam pendekatan Triple Bottom Line, keberlanjutan bisnis diukur dari tiga skala kinerja, yaitu kinerja secara ekonomi (economically), kinerja secara lingkungan (environmentally), dan kinerja secara sosial (socially).
Collaborative Partner for Sustainability Strategy, Reporting and Assurance dari National Center for Sustainability Reporting (NCSR) Indonesia, Stella Septania, dalam sebuah webinar bertajuk Action, Advocacy, and Trust: Strategies for Communicating Sustainability mengungkapkan bahwa adopsi dan implementasi keberlanjutan oleh perusahaan masih dianggap sebagai sesuatu yang nice-to-have pada 15 tahun silam. Namun sekarang ini, sustainability sudah menjadi sesuatu yang have-to-be-done.
Dalam studi yang dilakukan Syayyidah M. Jannah dan Dwi Marlina Wijayanti tahun 2022, implementasi manajemen rantai pasokan halal terbukti secara empiris mampu memberikan dampak positif terhadap bisnis berkelanjutan, baik itu secara ekonomi, lingkungan, hingga sosial. Lebih jelasnya dipaparkan juga bahwa implementasi manajemen rantai pasokan halal melibatkan enam elemen penting, yaitu safety, physical segregation, storage and transport, packaging and labelling, ethical practices, serta innovative capability.
Elemen safety memberikan jaminan kesehatan bagi konsumen. Elemen physical segregation menjadi kebutuhan untuk mencegah kontak langsung antara bahan yang halal dengan bahan yang dapat membahayakan. Dalam proses produksi, harus ada pemisahan antara sumber-sumber yang dapat memberikan kontaminasi bagi bahan yang halal.
Elemen storage and transport menekankan pada pentingnya penyimpanan dan media transportasi yang digunakan selama proses produksi dan distribusi. Selanjutnya elemen packaging and labelling juga perlu diperhatikan, mulai dari bahannya hingga proses pengemasan produk yang dapat membuat produk tetap aman untuk dikonsumsi. Elemen ethical practices menjadi basis tanggung jawab pelaku bisnis terhadap konsumen. Sedangkan elemen innovative capability menekankan pada kemampuan SDM untuk bisa memahami konsep halal dalam mengembangkan produk halal yang dihasilkan agar tetap dapat bersaing dengan yang lain.
Disampaikan oleh Dosen Universitas Medan Area, Dr. Ahmad Rafiki, menajamen rantai pasokan halal membuat pelaku bisnis lebih kompetitif dan mendorong bisnisnya berkelanjutan melalui integrasi intra-industri. Indonesia masih harus banyak mengejar ketertinggalan untuk bisa fokus dalam memaksimalkan manajemen rantai pasokan halal. Sebagai contoh negara tetangga Malaysia yang sudah menetapkan Malaysian Standard Halal Food (MS 1500: 2004 and MS 2400:2010), serta melakukan lebih banyak riset dan kajian dibidang manajemen rantai pasokan halal. Deputi Bidang Perekonomian KNEKS, Dr. Ir. Leonard VH Tampubolon, MA menggarisbawahi bawa penguatan manajemen rantai pasokan halal mampu memercepat pertumbuhan ekonomi Islam dengan sektor riil sebagai motor penggeraknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H