Mohon tunggu...
Syauqina Effendy
Syauqina Effendy Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pemimpi

Jangan tanya siapa aku karena aku juga belum tahu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fiksi Mini | Tiga Ribu Satu Pikiranku dan Dia

4 Mei 2024   16:14 Diperbarui: 18 Mei 2024   13:46 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Mereka mendekatiku, terus melangkah, dan aku menatap lurus ke depan. "Jangan mendekat." Aku memerintahkan mereka agar diam di tempat, untuk yang ke--entah berapa kalinya. Tapi mereka terus mendekat, hingga aku bisa merasakan bayanganku akan direbut oleh mereka. Aku tidak boleh melupakan bayanganku, aku tidak boleh kehilangan masa lalu. Bayanganku berisi beribu-ribu orang yang telah mengisi hidupku. 

     'Salah satu dari mereka mungkin akan menelanku.' Pikiranku mulai membelah diri, jumlahnya berlipat, berputar-putar. Menjadi seribu pikiran tentang masa depan, seribu pikiran tentang masa kini, dan seribu pikiran tentang masa lalu. Kepalaku berdenyut karenanya. Ruangan kosong ini dipenuhi oleh bercak. Bercak rasa-rasa yang ditinggalkan bayanganku. 

    "Sudah kubilang, jangan mendekat!"Kuteriakkan dengan lantang. Ingin rasanya mereka aku ancam. Dan aku mulai memikirkan ancaman yang mungkin akan digunakan oleh mereka. Tiga ribu satu pikiranku tidak muat berada di kepala. Kepalaku meledak. Aku hancur menjadi beribu sel. Mataku hancur. 

     Mereka menggerogoti diri dan ingatanku. Rupanya bayanganku masih ada di sana, tapi aku tidak lagi mengingat dan melihatnya. Ada yang mengais-ngais sisa tubuhku. Dia memelukku sambil mulutnya terus membisikkan, "Terlelaplah sayangku, percayalah padaku," seolah ia hendak menyelamatkanku. Jari-jarinya menusuk dan menjelujurku. Mungkin ia akan meninggalkanku nanti, tapi aku terlelap karenanya. Dia akan bertarung dengan mereka berdua, si Takdir dan Asa. Dia akan membelaku, tapi aku tidak lagi bisa melihat. Suaranya samar-samar redup. 

    Tiga ribu satu pikiranku hilang. Ingatanku juga. Direbut oleh dua di antara tiga. Semoga tidak ada yang kalah dalam pertarungan ini. Semoga mereka berakhir baik dan ingatanku kembali. Dia bukan siapa-siapa. Namanya 'Rasa Percaya'. Aku belum tahu siapa dia, tapi dia memelukku. Dan aku memutuskan akan memercayainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun