Mohon tunggu...
Syauqina Effendy
Syauqina Effendy Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pemimpi

Jangan tanya siapa aku karena aku juga belum tahu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Curahan

20 April 2024   19:25 Diperbarui: 20 April 2024   19:28 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya suka jika saya ditakuti, dihormati, bahkan dianggap sakral.  Meskipun akan banyak yang menjadi pemuja saya, tak sedikit yang menciptakan mitos dan teori konspirasi tentang saya. Kedatangan saya dinanti-nantikan, saya bisa dianggap berkah, bencana, dan fenomena bagi alam. Saya tinggal menyesuaikan ingin berperan jadi apa, kapan, dan di mana. 

Banyak teman saya yang suka berkunjung ke'dalam' diri saya. Salah satunya hembusan, ia sering membuat saya kegelian dan hal itu menyebabkannya membesar (kadang ia kehilangan kontrol). Saya menantikan kedatangannya dan ketika ia datang, saya akan meloncat-loncat kegirangan tak beraturan. Dia adalah teman dekat saya, yang paling sering berkunjung.

Teman kedua saya adalah cahaya. Hidup saya sedikit tergantung padanya. Kami juga cukup dekat sehingga ketika ia bertemu saya, ia akan membelah spektrumnya menjadi tujuh warna berbeda. Warna-warna itu lalu bersusun menjadi tumpukan yang melengkung. Saya bisa menganggapnya rival, karena kedatangannya juga dinantikan banyak orang dan dianggap istimewa. Berapa kali pun ia datang, ia akan tetap dianggap istimewa. Dan itulah kelemahan saya, ketika saya datang terlalu sering, manusia menganggap saya tidak normal.

Saya tidak bebas bermain, kalau saya bermain terlalu lama, Ibu akan pergi karena marah. Lalu saya bisa menghilang karenanya. Manusia sering menganggap Ibu saya baik--memang, sih--tapi dia juga sangat galak. Ibu saya menipu orang karena penampilannya. Ia sangat lembut, sampai-sampai manusia mengira teksturnya seperti permen kapas dan mudah meleleh dan warnanya yang putih porselen.

Saya berputar-putar terus dalam suatu lingkaran yang membosankan. Manusia mempelajari itu. Dalam waktu yang sama, sebagian dari mereka membenci saya. Tapi tidak apa, saya bisa membalas mereka berkali-kali lipat. Saya bisa menurunkan putaran itu yang seharusnya untuk satu tahun menjadi hanya dua belas jam.

Saya titik-titik air hujan, dan saya suka berada dalam posisi yang didambakan oleh manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun