Mohon tunggu...
Syauqina Effendy
Syauqina Effendy Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pemimpi

Jangan tanya siapa aku karena aku juga belum tahu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Alibiku

18 November 2023   18:13 Diperbarui: 18 November 2023   18:31 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

     Seandainya, seandainya saja, hidupku bisa seperti Mi. Berlimpah kasih sayang tanpa harus mengemis-ngemis sepertiku. Hidup tenang, tanpa usikan. Dan rupanya, rupa yang kelak akan menjadi pujaan para manusia di muka bumi ini. Andai dunia berpihak padaku. Andai dunia berbaik hati sekali saja padaku, mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi.

    Aku suka Mi, siapalah yang tidak suka dengan jelmaan malaikat seperti dia? Mustahil ada. Sebelum suatu hal terjadi, suatu hal yang benar-benar kutakuti, yang benar-benar kubenci. Saat aku bersembunyi di rumah tua no. 3 itu, di kamar Re.

    Re dan aku duduk di tepi kasur, membaca buku-buku kuno yang ada di rumah ini. Menikmati waktu senggang, senyap, hening. Hanya terdengar suara kertas yang dibalik. Mengapa Mi tidak juga masuk rumah? Terlihat dari jendela kamar Re, matahari akan segera menghilang dari ufuk barat. Kututup halaman bukuku. Memandangi jendela, lalu jam dinding, dan terakhir, figura. Figura berisikan selembar potongan foto surat kabar yang sudah kusam dan pinggir-pinggirnya menghitam terkena jamur. Itu adalah foto Ibu Re, wanita hebat yang sudah melahirkannya. Kertas kusam itu telah berusia sebaya denganku, menakjubkan bukan? Jika kau bertanya seberapa sayang Re kepada Ibunya, itulah jawabannya.

    "Oh ya, tadi katamu Mi siapa? Temanmu?" Aku kepikiran dan bertanya. Tanpa mempertimbangkan apa itu akan melanggar kesepakatan kita. "Temannya temanku," Re menjawab. Dingin, seperti bukan Re. "Bukannya temannya temanmu itu berarti temanmu juga?" Ah, entahlah. Aku bahkan sudah frustasi dengan Re. Percakapan ini rumit dan berbelit-belit. "Itu tidak akan berlaku untuk Mi. Dia bukan temanku dan tidak akan menjadi temanku, selamanya." Alisku bertaut, tak paham.

    "Siapa yang telah melakukan ini?!" Re berkata datar, walau ada penekanan di dalamnya. Aku bergidik ngeri dan menggelengkan kepala, "Bukan aku," ujarku. "Aku tidak bertanya apakah kau yang melakukan ini, aku bertanya siapa yang melakukan ini," Re menampakkan wajah marahnya lagi padaku. Rahangnya mengeras. Aku diam, tak tahu akan berkata apa.

    Orang-orang rumah berkumpul menjadi satu di ruang tengah. Harusnya ruang tengah adalah tempat bersenang-senang, bukan bersitegang seperti ini. Sangat disayangkan. Beberapa jam lalu, ketika matahari telah tenggelam, dan aku masih bersembunyi di sini, tertidur, figura itu telah pecah. Kertas kusam yang rapuh memercah, berterbangan di kamar Re. Aku di sana saat itu, lalu apa yang harus kulakukan? Menjadikan itu sebagai alibiku? Tak mungkin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun