Mohon tunggu...
Syauqina Effendy
Syauqina Effendy Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pemimpi

Jangan tanya siapa aku karena aku juga belum tahu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Re, Ibu, dan Ayah

12 November 2023   20:44 Diperbarui: 13 November 2023   05:09 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Oke, kalian menuntut ini 'kan? Bertanya-tanya mengapa keseluruhan cerita ini adalah hanya tentang Re. Sahabatku itu. Duniaku.

    Apa yang kalian tuntut dari remaja berumur 15 tahun? Apa kalian pikir hidupku akan se-wow itu? Ah, tidak. Sayangnya yang sedang menceritakan tentang ini adalah gadis yang penuh dengan ketidaksempurnaaan. Aku hanya punya Re di dunia ini, yah, setidaknya hanya dia lah yang kuanggap sebagai keluarga. Yang tidak akan pernah bertanya tentang nilaiku atau prestasi lainnya. Ibuku bekerja mati-matian dan bohong kalau kubilang aku tidak tahu alasannya kenapa. Aku tahu persis, dulu, Ibuku bekerja sekeras itu untuk aku. Atau, kalau sekarang, apakah karena mengalihkan rasa depresinya? Aku sendiri tidak tahu.

   Lihat! Namaku Chia, Bichia Grenada. Oh, jangan kautanya apa artinya itu. Aku sendiri tak tahu. Karena nama yang mempunyai arti hanya untuk orang. Dan kata Ibuku, aku bukan orang. Kalau dari nama, aku elit sekali. Maksudku, anak-anak di sekitar rumahku bahkan banyak yang mempunyai nama asal karena tak ada yang mau capek-capek memikirkan nama. Nama mereka rata-rata dua huruf, seperti tangga nada. Misal, Re. Atau temannya Re, Fa, dan temannya lagi Mi. Aku paling suka Re! Tidak tahu sih, kenapa. Aku suka saja.

    Nilai. Kata itu berhasil membuatku hampir melakukan percobaan bunuh diri berkali-kali. Iya, bunuh diri. Di mana dulu aku masih tak mengerti kenapa orang-orang ingin membunuh dirinya sendiri. Sebelum Ibuku hendak membunuhku. Jadi, menurutku, lebih baik aku sendiri yang membunuh diriku. Daripada dibunuh oleh sosok yang telah melahirkanku. 

    Ibu suka musik, dulu, saat Ayah masih ada dan keluarga kami masih sempurna. Ibu sering bernyanyi dan Ayah akan memainkan gitarnya. Lalu aku akan membaca buku, berpura-pura tak mendengar suara mereka. Seolah hanya aku yang ada di dunia. Namun sekarang, aku rindu itu. Berbicara dengan gundukan tanah bertaburkan bunga, tertawa-tawa sendiri, menangis sendiri, gila memang. Itu aku.

   Jika kau melihat ruang kerja Ibu, akan kautemukan ratusan botol pil obat penenang dan obat tidur. Yang bahkan aku tak tahu apakah itu sesuai resep dokter atau tidak. Dan mirisnya, jika Ibuku sedang kambuh, perkataannya selalu tak jauh-jauh dari duniaku, Re. Tentang Re anak wanita gila. Aku sakit, duniaku sakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun