Mohon tunggu...
Syauqina Effendy
Syauqina Effendy Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pemimpi

Jangan tanya siapa aku karena aku juga belum tahu.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bintang Utara - Bagian 2

6 November 2023   20:58 Diperbarui: 6 November 2023   22:15 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terbangun tengah malam. Tenggorokanku kering. Samar-samar kudengar suara tangisan wanita. Mamak menangis lagi. Ia akan terus menangis hingga nanti subuh dan saat pagi tiba akan berpura-pura seolah tidak ada yang terjadi. Suaraku tercekat, sungguh menyakitkan, sandiwara ini. Saling berpura-pura bahwa semuanya akan baik-baik saja. Pak, apa Bapak masih ada di sana? Apa Bapak sungguh tak akan kembali? Tangisan Mamak semakin lama semakin membunuhku. Aku tidak tahan berpura-pura.

Matahari menyingsing, menampakkan wujudnya. Adik-adikku sudah berangkat sekolah. Kuangkat cucian dan mulai berjalan menuju sungai. Banyak Ibu-Ibu yang juga datang kemari untuk mencuci, anak-anak kecil berlomba-lomba melompat dari batu, mandi. Sungai menjadi sangat riuh, penuh oleh suara tawa, teriakan, dan bisik-bisik. Ah, andai saja adikku bisa merasakan ini. 

Saat aku sedang asyik-asyiknya mencuci, banyak tetangga yang kurasa bergunjing tentang Bapak. Sudah biasa, toh, tak pernah kumasukkan hati, juga. Tetapi, perjalanan pulang kali ini membuatku kepikiran tentang sesuatu. Kalau 'seandainya' saja, Bapak masih hidup, apa Bapak hidup dengan baik? Apa aku dapat bertemu dengan Bapak kembali? Pikiran ini membuatku kembali pada kenangan masa kecilku.

Sepuluh tahun lalu.

Dengan mengerahkan seluruh tenaga, aku berlari tersaruk-saruk menemui Bapak yang ada di pinggir pantai. Hanya untuk bercakap-cakap ringan di bawah cahaya bulan. Bapak selalu pulang malam, dan aku tidak akan pernah merelakan hariku tanpa bercerita ke Bapak. Selalu menjadi momen menyenangkan saat aku bercerita ke Bapak, tentang hari-hariku, temanku, dan masih banyak lagi.

Bapak yang melihatku berlari kepadanya memamerkan gigi-giginya yang sedikit tonggos. Ia menangkapku dan membawaku ke dalam pelukannya. "Pak, aku tadi mendapat nilai seratus saat disuruh membaca! O, ya, teman-temanku sekarang banyak sekali yang membeli mainan baru, bentuknya bundar dan bisa berputar!" Aku mengoceh tak keruan. Berusaha menceritakan seluruh kesenanganku hari ini. "Wah, Kiki hebat! Tapi, Bapak dulu punya mainan yang bahkan lebih keren dari itu. Mau tahu?" Mataku membesar, "Mau!" Aku berteriak kesenangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun