Mohon tunggu...
Fachri Syauqii
Fachri Syauqii Mohon Tunggu... Lainnya - amor fati fatum brutum

seorang penikmat sastra yang terdampar di Sejarah Peradaban Islan UINSU

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Al-Razi: Dokter Muslim yang Berpikiran Liberal Menolak Keimanan terhadap Nabi

23 Januari 2023   16:50 Diperbarui: 23 Januari 2023   16:56 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pertama, menurut al-Razi, Tuhan merupakan akal murni. Baginya segala yang diciptakan di alam semesta ini merupakan daya, yang disebut al-Razi sebagai akal. Jika dianalogikan, matahari memancarkan sinarnya. Sinar tersebut merupakan esensi dari matahari. Tuhan adalah esensi akal yang memberikan pancaran-Nya kepada ciptaan-Nya. Maka, Tuhan adalah sumber dari segala penciptaan.  

Kedua, bagi al-Razi, jiwa dan materi merupakan satu kesatuan yang tak terpisah. Jika api itu panas, maka panas adalah jiwa dari materi sebagai api. Apabila keduanya dipisah, jiwa itu adalah kekosongan atau sesuatu yang bodoh tanpa materi. Segala proses penciptaan itu terjadi ketika jiwa melirik suatu materi. Menjadi suatu yang tidak terlepas bila api itu panas dan mengakibatkan terbakar di sekitarnya, apabila ada yang memantik.

Artinya bahwa jiwa itu akan mencari materi yang cocok dengannya. Mustahil bagi air untuk membakar sesuatu, karena jiwanya bukan disitu. Kemudian, pandangan al-Razi, bahwa sebenarnya alam ini bukanlah kenikmatan, tapi upaya pembebasan dari penderitaan. Contoh sederhananya, ketika buang air besar, karena isi perut telah penuh maka ia menuntut untuk dikeluarkan. Jika tidak, dia akan mengalami penderitaan. Maka, keluarkan saja.

Ketiga, ruang dan waktu, al-Razi membagi antara ruang dan waktu mutlak serta ruang dan waktu relatif. Ruang relatif secara sederhananya adalah tinggi, lebar, dan panjang yang terkandung dalam materi. Sementera waktu relatif adalah gerak dalam materi, baik awalan maupun akhiran, atau kita sebut sebagai jam, di mana dunia memiliki waktu 24 jam. Sedangkan ruang mutlak merupakan sesuatu yang di dalamnya ada jasad atau tidak ada jasad, waktu mutlak adalah sesuatu yang terukur maupun tak terukur.

 Sederhananya begini, ruang dan waktu mutlak ini adalah entitas yang tidak bergantung dengan yang lain. Jelas bahwa ruang dan waktu mutlak ini adalah metafisika. Semisal, ketika manusia mati, maka jiwanya akan kembali, tentu ada ruang yang menampung itu semua. Bayangkan bumi dengan penduduknya secara keseluruhan, tentu ruangnya terbatas. Tapi, ada ruang yang di mana mampu menampung segala sesuatu, baik jiwa Adam sampai bayi yang akan lahir ketika kiamat nanti, adalah ruang yang tanpa batas dan bersifat kekal, dengan waktu tanpa awalan dan akhiran.

Karyanya dalam bidang kedokteran berjudul "Kitab al-Hawi fi al-Tibb". Menjadi rujukan bagi para dokter Eropa hingga kini. Tiby menulis bahwa kitab tersebut terkandung banyak dan cara pengobatan terhadap penyakit asam urat dan persendian. Lebih rinci, Tiby juga mengungkapkan bahwa al-Razi menggunakan colchicum serta opium untuk meredakan penyakit tersebut. Dengan beberapa efek samping yang diterima, namun prioritas kesembuhan pasien tetap diperhatikan, sesuai dengan dosisnya.

Menarik untuk dibaca pada awal tulisannya al-Razi, ia tidak menafikan Tuhan dalam segala aktivitas kedokterannya. Namun, baginya menghindari segala bentuk kepatuhan kepada para pemimpin, mungkin dalam hal ini banyak yang menafsirkan perihal Nabi, harus disingkirkan terlebih dahulu. Istilah agamanya adalah taklid buta. Al-Razi mengharamkan ini dalam pekerjaannya atau pun dalam dunia kedokteran. Bahkan al-Razi meninggikan pemanfaatan terhadap akal, yang diciptakan Tuhan, sehingga manusia memiliki kebebasan.

Al-Razi bukanlah orang yang menafikan al-Qur'an dan Hadits sebagai suatu fungsi dalam sosial maupun politik. Seperti mengatur kehidupan masyarakat, memberikan kejelasan terhadap hak dan batil, tapi lagi-lagi, bagi al-Razi semua itu sia-sia tanpa penggunaan akal. Karena akal bagi al-Razi adalah karunia dari Tuhan, dan tuhan sebagai akal murni, maka sudah sepantasnya kerinduan akal akan kembali kepada-Nya.

Referensi:

Azra, Azyumardi. Historiografi Islam Kontemporer. Edited by Idris Thaha. Jakarta: Gramedia, 2002.

Ibmar, Dedy. Tuhan Yang Berpikir: Sebuah Risalah Metafisika. Jakarta: YOI, 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun