Mohon tunggu...
Syauqi Faiz Rahman Harfy
Syauqi Faiz Rahman Harfy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya adalah seorang mahasiswa yang berkegiatan sebagai anggota organisasi radio kampus, saya suka mengedit, berbicara dan suka berinteraksi dengan khalayak ramai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Retorika Dakwah beserta Tujuannya

1 Juli 2024   21:26 Diperbarui: 1 Juli 2024   21:38 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Retorika Dakwah beserta tujuannya

Oleh: Syamsul Yakin & Syauqi Faiz

Dosen Retorika Dakwah & Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ayat berikut menjelaskan tujuan dakwah, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung" (QS. Ali Imran/3: 104).

Begitu pula, "Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kalian menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik" (QS. Ali Imran/3: 110).

Metode yang digunakan Nabi untuk mencapai tujuan dakwah itu, "Barangsiapa  yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim).

Ada tiga tujuan retorika untuk isi pesan: informatif, persuasif, dan rekreatif. Tujuan lain adalah edukatif dan advokatif. Kelima tujuan ini berhubungan dengan tujuan dakwah. Informasi, persuasi, rekreasi, pendidikan, dan advokasi adalah amar makruf dan nahi mungkar.

Tujuan minimal dalam retorika adalah dua gaya komunikasi: monologika (monolog atau searah) dan dialogika (dua arah). Mereka biasanya digunakan dalam pidato, ceramah, dan khutbah.

Banyak riwayat yang mengandung pendekatan dialogis dalam pengajaran Nabi. Pertama, dalam kitab Fathush Shamad, Ibnu Umar mengutip satu hadits Nabi. "Dalam satu perjalanan, kami bersama Rasulullah. Sekonyong-konyong seorang Arab pedalaman mendekat.

Nabi meresponsnya dengan bertanya, "Wahai kisanak, kamu hendak kemana?" Orang itu menjawab, "Hendak pulang ke keluargaku". "Apakah kisanak menginginkan kebaikan?", seloroh Nabi. Orang itu menjawab, "Apakah itu?"

Setelah menjelaskan, Nabi berkata, "Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan (kamu bersaksi) bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya." Orang itu malah berkata, "Siapa saja yang akan bersaksi kepadamu untuk (membenarkan) ucapan tersebut?" Nabi menjawab, "Pohon ini atau buah ini."

Di tepi jurang ada pohon. Pohon itu berada di hadapan Nabi untuk menghadapinya saat bumi mendekatkannya. Pohon itu kemudian bersyahadat tiga kali seperti Nabi, dan Nabi kemudian meninggalkan pohon itu untuk kembali ke tempat asalnya.

Kedua, Syaikh Muhammad bin Abi Bakar mencatat bahwa keislaman Abu Bakar dimulai dengan mimpi dalam kitabnya al-Mawaidz al-Ushfuriyah. Dia bermimpi melihat matahari dan bulan di kamarnya saat berada di Syam (kini Syiria).

Kemudian dia merengkuh bulan dan matahari dengan kedua tangannya. Dia memeluk keduaya dengan erat. Selain itu, bulan dan matahari terikat pada surbannya untuk tidak pergi. Setelah terbangun, Abu Bakar segera pergi untuk mendatangi seorang pendeta Nasrani yang masih menganut iman tauhid untuk bertanya tentang mimpinya.

Abu Bakar menceritakan secara lengkap tentang mimpinya kepada pendeta. Kemudian dia memintanya untuk menafsirkan mimpinya. Pendeta bertanya kepada Abu Bakar, "Dari mana kamu?" Dia menjawab, "Mekah." Kemudian dia bertanya lagi, "Dari suku apa? "Dari suku Taymin," jawab Abu Bakar.

Selain itu, sang pendeta kembali bertanya kepada Abu Bakar, "Apa pekerjaanmu?" Abu Bakar menjawab, "Berdagang." Setelah beberapa pertanyaan, pendeta itu berkata, "Pada masamu ini akan datang seorang seorang laki-laki keturunan Bani Hasyim yang bernama Muhammad al-Amin. Ia akan menjadi nabi akhir zaman dan bermarga Hasyim."

Allah tidak akan menciptakan langit dan bumi jika tidak ada beliau. Termasuk semua yang ada di keduanya. Selain itu, Nabi Adam, para nabi dan rasul lainnya tidak dapat dibuat tanpa bantuan Allah. Muhammad adalah ketua dari semua nabi dan rasul. Ia adalah nabi terakhir yang telah muncul. Anda akan menganut agama Islam yang dia ajarkan.

Kamu akan menjadi orang yang dia percayai sekaligus pengganti kepemimpinannya. "Inilah makna mimpimu," kata sang pendeta, "Aku mendapatkan informasi tentang ciri-ciri dan sifat-sifat Muhammad di dalam kitab Taurat, Injil, dan Zabur." Sungguh, saya sudah mengikuti agamanya sendiri.Justru aku menyembunyikannya.

Setelah mendengar pendeta menceritakan sifat-sifat Nabi, Abu Bakar luluh hatinya dan ingin bertemu dengan Nabi di Mekah. Setibanya di Mekah, dia segera mencari Nabi, dan dia berhasil menemukannya. Sejak pertemuan pertama mereka, Abu Bakar semakin mencintai Nabi dan tidak pernah ingin berpisah darinya.

Setelah waktu yang lama, Nabi bertanya kepada Abu Bakar, "Wahai Abu Bakar, setiap hari kamu mengunjungiku." Anda juga sering duduk bersama saya. "Jika kamu benar seorang nabi, tentu kamu memiliki suatu mukjizat," jawab Abu Bakar. "Apakah mukjizat yang kamu lihat dalam mimpi saat berada di Syam belum cukup bagi Anda?"

Nabi bertanya, "Kemudian mimpimu itu ditafsirkan oleh seorang pendeta Nasrani yang juga telah menyatakan keislamannya?" Abu Bakar berikrar, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan kamu adalah utusan Allah" setelah mendengar sabda Nabi itu.

Ketiga, Syaikh Muhammad bin Abi Bakar mengutip sebuah hadits Nabi dari Abu Dzar al-Ghifari dalam kitab al-Mawaidz al-Usfuriyah. Abu Dzar berkata, "Ya Rasulullah, ajarkan aku satu perbuatan yang mendekatkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka."

"Apakah termasuk kebaikan kalimat "Laa Ilaaha Illaahu", Abu Dzar bertanya, "Jika kamu melakukan kejelekan, maka ikutilah dengan kebaikan". "Benar, bahkan kalimat itu adalah yang terbaik di antara yang baik," jawab Nabi.

Keempat, dia menceritakan dari Abu Hurairah bahwa dia mendengar Nabi bersabda, "Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga." Para sahabat bertanya, "Engkau juga tidak, wahai Rasulullah?" Nabi menjawab, "Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah." (HR. Bukhari).

Empat tujuan retorika diperkenalkan sebagai tujuan pedagogik: korektif, instruktif, sugestif, dan defensif. Tujuan dakwah di atas dapat dicapai dengan memanfaatkan keempatnya.

Tujuan retorika berdasar isi, cara, dan pedagogik. Semuanya dianggap memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan dakwah, yaitu amar makruf dan nahi mungkar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun