Rasanya tidak berlebihan kalau Tulus pantas menjadi salah satu penyanyi dan penulis lagu terbaik Indonesia saat ini. Lirik dengan pemilihan diksi-diksi yang tak biasa ditambah melodi yang indah seakan menjadi ciri khas yang selalu ada di setiap karya-karyanya. Mungkin alasan itu yang menjadikan saya dan kebanyakan orang lainnya menyukai lagu-lagu Tulus.
Pengalaman yang luar biasa buat saya dapat menyaksikan Tulus secara langsung dalam konsernya yang bertajuk "Tur Manusia." Konser tunggal Tulus yang mana ia membawakan lagu-lagu di album barunya "Manusia." Jujur saya tidak terlalu mengikuti perjalanan musik Tulus, tetapi ada beberapa lagu yang cukup nempel diingatan.
Jika diperhatikan banyak lagu-lagu Tulus yang bernuansa positif meski sebenarnya menceritakan tentang patah hati. Misalnya saja di lagu Sepatu, diakhir lagu terdapat lirik "Cinta memang banyak bentuknya mungkin tak semua bisa bersatu" atau lagu Hati-hati di jalan, jelas sebagai lagu putus cinta yang elegan dengan mengucapkan hati-hati di jalan untuk sang mantan.
Namun, bukan lagu-lagu tadi yang ingin saya bahas. Melainkan "Kelana" Lagu yang terdapat di dalam album "Manusia." Lagu ini memang tidak sepopuler lagu Hati-hati di Jalan. Tetapi Kelana menjadi lagu yang cukup menarik bagi saya. Sebab lagu ini seakan mengajak kita untuk bertanya-tanya pada diri sendiri.
Kita ke mana? Mau ke mana?
Interpretasi lagu mungkin akan berbeda bagi setiap orang yang mendengarkan. Bagi saya, Kelana memberikan gambaran tentang rutinitas yang dihadapi oleh setiap manusia untuk mengejar sesuatu yang ingin dicapainya. Lebih spesifik lagi sebenarnya lagu ini coba menggambarkan hiruk pikuk manusia yang tinggal di perkotaan. Seperti apa yang terdapat di awal lagu "Dihantui bayang-bayang kelam, Berebut udara jernih diramai kota"
Setiap hari kita mengejar ambisi, bekerja, belajar, bermacet-macetan, dan rutinitas-rutinitas lainnya. Sampai akhirnya lagu Kelana coba menyadarkan dengan pertanyaan kita kemana? Mau kemana? Hendak mencari apa? Memupuk untuk apa? Pertanyaan yang nampak sederhana. Namun, bila kita tanyakan pada diri sendiri saya yakin kita akan sulit untuk menjawabnya.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang kadang bikin kita mikir ngapain sih kita ngelakuin hal-hal kaya gini setiap hari. Kita mau mencapai apa sih? Emang belum cukup sama yang sudah kita miliki saat ini?, Rasanya sesuatu yang kita kejar tidak ada habisnya. Dengan pertanyaan-pertanyaan di dalam lagu Kelana, jadi pengingat tujuan hidup apa sih yang ingin kita capai kedepannya.
Dilema yang sering kita hadapi
Kata orang hidup ini pilihan. Pilihan-pilihan yang membuat kita jadi dilema. Bingung, takut untuk memilih. Banyak hal-hal yang menjadi pertimbangan, misalnya saja kita ingin resign dari tempat kerja karena lingkungannya toxic. Namun, dilain sisi belum ada penggantinya sementara kebutuhan hidup harus terus terpenuhi.
Hal seperti tadi terwakili dalam bait lirik "Berjuta alasan untuk ku lari pergi Berjuta alasan tetap disini." Bertahan menjadi pilihan, meski kita tau sulit untuk menjalaninya. Realita seperti ini banyak dari kita yang mengalaminya. Sandwich generation mungkin akan relate dengan bait lirik tadi. Kelana menjadi lebih dari sekedar lagu, bagi saya jadi sebuah pertanyaan filosofis yang cukup mendalam dan bermakna.
Kita berusaha mencapai kondisi ideal dalam hidup yang kita nggak tau bagaimana bentuknya. Kita kemana? Mau kemana? Hendak mencari apa? Menjadi pertanyaan yang harus kita temukan jawabannya dengan berkelana menjalani kehidupan. Sebab pada akhirnya rumus kehidupan sejatinya menuntut kita untuk terus bergerak, berkelana melewati hari demi hari sampai ajal tiba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H