Mohon tunggu...
Syarwini Syair
Syarwini Syair Mohon Tunggu... Petani - Pegiat Lingkungan Hidup

Seorang petani Madura yang selalu belajar membajak dan mencangkul tanah kebudayaan untuk menanam kembang kearifan. Hidup dengan prinsip: tombu atina kembang, ngalotor atina ro'om!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melawan Konten Negatif, Cari Akar Masalah, dan Temukan Jalan keluar

3 Agustus 2018   21:05 Diperbarui: 3 Agustus 2018   21:38 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosial media adalah sebuah ruang terbuka yang menjadi tempat kerumunan banyak orang. Keterbukaan sosial media, pada kasus tertentu, sering kebablasan: ia menjadi bebas nilai dan seolah tak punya aturan. Semua bisa ada di sana, dari hal ihwal yang paling positif sampai yang paling negatif, selama masih bisa diwakili oleh bahasa, audio, visual atuapun racikan dari ketiganya.

Dalam kehidupan yang serba modern dan permisif, kehadiran media sosial melalui jaringan internet menjadi kebutuhan baru yang agak primer, hampir bagi semua orang. Sehingga aktivitas di dunia maya tidak kalah sengit dan sibuk dengan aktivitas di dunia nyata. Bahkan tak sedikit orang yang terjebak dan merasa lebih enjoy menekuni aktivitasnya di belantara  jagat maya.

Hal itu wajar, sebagai bagian dari proses hidup. Kemajuan zaman memang sering kali membuat banyak kalangan jadi korban, dan anehnya, mereka tidak mau menerima apabila disebut sebagai korban sebuah kemajuan. Kemajuan tidak ada kaitannya dengan kemanusiaan. Tidak lantas ada jaminan bahwa semakin maju sebuah peradaban, akan semakin meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan.

Mencermati jejaring media sosial dengan beragam aktivitas pengguna di dalamnya, akan sangat kentara dalam pandangan manusia yang arif betapa nilai-nilai kemanusiaan berceceran di sana. Hal ini bisa dilihat dengan semakin semaraknya bermunculan konten-konten negatif, yang tidak hanya berupa berita bohong (hoax), fitnah dan ujaran kebencian, tapi bisa lebih dari itu.

Sudah barang tentu, bila masalah konten negatif di berbagai media sosial menjadi masalah kita bersama, terutama menteri agama. Belakangan ini, konten negatif sudah menembus batas toleransi. Dan tentu masih besar kemungkinan untuk terus berkembang bila belum ditemukan jalan keluar yang tepat, yang tidak hanya berupa undang-undang, mesin aplikasi, dan perkara teknis lainnya yang kurang efektif.

Melacak Akar Masalah

Andai saya jadi Menag, sebelum menyusun langkah-langkah strategis dalam upaya melawan konten negatif di media sosial, saya terlebih dahulu memahami betul akar persoalan yang sebenarnya. Sehingga dapat ditemukan formula yang efektif dan menyeluruh, bukan hanya sekedar bersifat teknis dan temporal.

Pertama-pertama, saya akan melihat semua konten negatif yang bermunculan di media sosial, hanya sebuah tampilan kecil dari mata rantai sebab akibat, yang sangat panjang, bahkan mungkin agak tak terduga. Ia muncul hanya sebagai akibat, dari sebuah sebab yang tersembunyi di dalam. Dan yang perlu mendapat perhatian adalah apa yang menyebabkan, sebagai akar masalah. Apabila akarnya sudah ditemukan dan dapat dicabut, maka batang pohon dan lainnya bisa dengan mudah ditaklukkan.

Sebagai seorang menteri agama, tentu tidak akan terlalu sulit menemukan akar penyebabnya, barangkali yang sulit adalah cara untuk mengatasinya. Karena hal itu jelas memerlukan penanganan yang utuh, melibatkan semua pihak dan harus merangkul semua komponen. Menurut hemat saya, diantara sekian sebab yang mendorong maraknya konten negatif di media sosial adalah:

Pertama; kepentingan. Kepentingan ini tidak tunggal, dan yang paling parah dan berpotensi paling merusak adalah kepentingan politis. Gerakan politik yang ditunggangi nafsu kekuasaan akan semakin buas dan tak terkendali. Ia akan melahirkan banyak propaganda hitam demi sebuah tujuan kekuasaan. Cara yang paling mudah dan praktis dalam menjalankan propaganda hitam adalah media sosial.

Tentu, para pelaku kejahatan politis ini sangat paham bahwa kebanyakan pengguna media sosial adalah orang awam. Orang-orang seperti ini, dengan sedikit sentilan tentang agama saja, sudah dengan mudah dapat dikendalikan dan diarahkan terhadap  hal-hal yang bersifat anarkis dan radikal. Mereka akan dengan mudah dibuat menjadi fanatik dan siap ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun