Anak yang bicara kasar kepada orang tuanya, tidak mematuhi perintahnya, tidak memenuhi panggilannya, atau tidak turun dari sepeda saat bertemu dengan gurunya yang sedang berjalan kaki di jalan, memakai sandal gurunya, tidak mengerjakan perintahnya, adalah sekedar contoh dari perbuatan seorang anak yang dianggap cangkolang. Â
Sebutan cangkolang untuk seseorang, dapat memberikan efek psikologis, semacam rangsangan dari dalam untuk segera merubah tindakan menjadi lebih sopan. Istilahcangkolang ini, lebih bersentuhan secara emosional dengan mental seseorang, sehingga lebih mudah untuk berubah, dari pada istilah suul adab. Secara pelan-pelan, dapat menumbuhkan sikap kesopanan dalam pergaulan selanjutnya dengan-orang yang ditempatkan pada posisi terhormat dalam kebudayaan Madura.
Kesopanan adalah harga mati dalam tata nilai kearifan orang-orang Madura. Artinya, orang yang tidak memiliki kesopanan, akan dikucilkan dari pergaulan. Para kaum balater atau bajingan sekalipun, masih memegang erat perilaku sopan santun saat bergaul dengan orang-orang, meskipun ada beberapa bajingan zaman belakangan sampai sekarang di Madura yang benar-benar bajingan: tidak tahu kesopanan.
Catatan Akhir
Jube’ dan cangkolan merupakan dua istilah yang sering digunakan oleh orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak cucu mereka, sesuai penjabaran di atas. Moralitas selalu berisi kebaikan dan kesopanan. Moralitas yang menjadi dasar dan tiang penegak kebudayaan, akan melahirkan berbagai kearifan-kearifan. Bila kebaikan dalam tindakan dan kesopanan dalam pergaulan, tidak mendapatkan perhatian dan ruang yang cukup, maka moralitas akan rapuh dan kebudayaan akan segera runtuh.
Meskipun banyak istilah agama yang serupa, jube’ dan cangkolang jangan langsung digantikan, apalagi dibuang. Keduanya memiliki sejarah yang panjang dalam kehidupan dan kebudayaan di Madura. Bolehlah, bahkan haruslah menjadi alim dalam agama, tapi bukan berarti menolak budaya yang sama sekali tidak bertentangan. Bahkan, sebutan jube’ dan cangkolang, sering dipakai oleh kiai langgar dan pesantren di masa silam dan sebagian sampai sekarang, untuk mengajarkan moralitas kepada para santrinya.
Belakangan ini, gejala kebarat-baratan dan kearab-araban semakin menampakkan fenomena yang kasat mata, masif dan gesit. Keduanya ada bagian-bagian tertentu yang membantu, ada pula bagian lain yang sangat mengganggu terhadap keberlangsungan budaya Madura dengan segala kearifannya. Jube’ dan cangkolang, meskipun berangkat dari kearifan budaya, tetapi mengandung keluhuran agama. Namun keduanya sangat bertolakbelakang dengan budaya-budaya asing yang kebarat-baratan dan tak bermoral, namun hari ini banyak berseleweran di depan mata.
Ares Tengah, 11 Desember 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H