Ada atau Tidak Ada UN, Mana Paling Berdampak?
Ujian Nasional (UN) telah menjadi bagian penting dari sistem pendidikan di Indonesia sejak tahun 2005. Awalnya dikenal sebagai Ujian Akhir Nasional, nama dan konsepnya mengalami perubahan setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Perubahan ini menandai awal dari berbagai dinamika yang mengelilingi pelaksanaan UN.
Pada tahun 2021, di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, UN dihapuskan dengan harapan untuk menciptakan sistem evaluasi yang lebih komprehensif. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi tekanan psikologis yang dialami siswa dan memberikan ruang bagi pembelajaran yang lebih bermakna.
Saat ini, dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, rencana untuk menghidupkan kembali UN mulai dibahas. Proses ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, mulai dari optimisme hingga skeptisisme.
Ujian Nasional memiliki peran penting sebagai alat ukur standar pendidikan di Indonesia. Banyak pakar pendidikan berpendapat bahwa UN dapat memberikan motivasi tambahan bagi siswa dalam mencapai tujuan akademis mereka.
"Pendidikan adalah investasi bagi masa depan." - Ki Hajar Dewantara
Namun, penghapusan UN tidak berjalan mulus. Beberapa pihak khawatir bahwa hilangnya ujian sebagai tolok ukur dapat merugikan motivasi dan semangat belajar siswa. Tanpa UN, tujuan belajar menjadi tidak jelas, dan banyak siswa kehilangan arah.
Unifah Rosyidi, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, berpendapat bahwa UN seharusnya diterapkan kembali. Ia menilai bahwa UN berfungsi sebagai motivasi dan alat ukur yang penting dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Sejalan dengan pandangan Unifah, Martadi, seorang pengamat pendidikan, menekankan bahwa jika UN kembali diterapkan, soal-soalnya harus dirancang untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Ini menunjukkan perlunya inovasi dalam format ujian.
Kondisi pendidikan saat ini menunjukkan adanya tantangan serius, terutama dengan munculnya video viral yang memperlihatkan siswa SMA yang tidak dapat membaca atau berhitung. Hal ini menandakan perlunya revisi dalam kualitas pendidikan di Indonesia.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!