Tidak semua partai politik mungkin akan menerima keputusan MK ini dengan baik. Partai-partai yang selama ini menikmati posisi dominan di parlemen mungkin merasa dirugikan, karena penghapusan ambang batas mengurangi kendali mereka dalam proses pencalonan.
Keputusan MK ini dapat secara signifikan mengubah dinamika kekuasaan di antara partai-partai politik. Semua partai, termasuk yang tidak memiliki kursi di parlemen, kini memiliki kesempatan yang sama untuk mengusung calon mereka sendiri, sehingga dapat merombak peta politik yang ada.
Ali Rif'an juga menekankan bahwa keputusan MK bersifat open legal policy, yang berarti penerapannya memerlukan revisi undang-undang. Hal ini memerlukan kesepakatan antara partai-partai di parlemen dan pemerintah agar bisa diterapkan dengan efektif.
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizami Karsayuda, menegaskan bahwa DPR akan menindaklanjuti keputusan MK. Ia menyatakan bahwa pemerintah dan DPR akan bekerja sama untuk merevisi UU Pemilu agar sesuai dengan keputusan tersebut.
Pakar hukum tata negara, Herdiansyah Hamzah, juga menekankan perlunya segera merevisi UU Pemilu. Revisi ini penting agar semua partai politik dapat memiliki hak yang sama dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden, sejalan dengan keputusan MK.
Castro, yang akrab disapa Herdiansyah, mengingatkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) harus dihormati. Jika tidak, hal ini bisa dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi yang dapat merugikan proses demokrasi.
Keputusan MK ini berpotensi mengakhiri privilege yang selama ini dinikmati oleh partai-partai besar. Dengan dihapuskannya ambang batas, semua partai kini memiliki peluang yang setara, yang menuntut mereka untuk lebih kompetitif dalam mencalonkan kandidat.
Diharapkan, keputusan ini dapat meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Dengan lebih banyak calon yang berpartisipasi, masyarakat diharapkan dapat memilih pemimpin yang lebih representatif.
Masyarakat dan pemangku kepentingan perlu memperhatikan dampak jangka panjang dari keputusan ini terhadap stabilitas politik. Bagaimana partai-partai akan beradaptasi dengan perubahan ini menjadi tantangan tersendiri.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen dianggap sebagai langkah positif untuk Pilpres 2029. Dengan adanya perubahan ini, banyak pihak optimis bahwa proses pemilihan presiden akan menjadi lebih inklusif dan demokratis. Tanpa batasan yang ketat, lebih banyak calon potensial dapat muncul, memberikan kesempatan bagi berbagai suara untuk diwakili dalam kontestasi politik.
Namun, pengamat politik Rocky Gerung berpendapat bahwa keputusan ini berdampak negatif bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menyatakan bahwa dengan dihapuskannya ambang batas pencalonan, peluang anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai calon presiden bisa terhambat. Rocky berargumen bahwa jika presidential threshold tetap ada, Jokowi masih bisa mengendalikan dukungan dari partai-partai untuk membantu putranya dalam Pilpres mendatang.