Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Semua Aku Dipajakkan (12%)

20 Desember 2024   04:31 Diperbarui: 20 Desember 2024   04:31 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawan Sampai Menang | Sumber foto: X/LinoLilo(lilo)

Saat demonstrasi berlanjut, satu hal pasti: suara rakyat tidak akan pernah padam. "Kami adalah kekuatan yang tidak bisa diabaikan!" seru seorang pemimpin aksi, mengingatkan semua orang bahwa mereka adalah bagian dari perubahan yang akan datang.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.03/2022 Tentang PPH Dan PPN Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Disebutkan Bahwa PPN Dikenakan Bagi Kegiatan Layanan Atau Transaksi Menggunakan Uang Elektronik, Karena Termasuk Jasa Kena Pajak.

Bayangin Kalian Pengen Beli Buku Di Shopee Rp 115.000 Dengan Biaya Layanan Rp 5.000. Selain Membayar Rp 115.000 Untuk Buku, Kalian Juga Harus Membayar Lebih Buat Biaya Layanan Sebesar Rp 5.000 + 12%. Jadi, Totalnya Yang Harus Dibayar Rp 120.600.

Ini bukan hanya tentang PPN 12 persen. Ini adalah tentang masa depan, harapan, dan keadilan. "Kami berhak untuk hidup layak, bukan hanya sekedar bertahan!" pekik mereka dengan semangat yang membara di tengah dinginnya malam.

Dalam kebijakan yang sepertinya ditulis oleh seorang penulis skenario film komedi, paket stimulus terbaru kita menyasar sektor properti dengan insentif PPN DTP. Dengan harga rumah yang terjangkau hingga Rp 5 miliar, seolah-olah kita semua mampu membeli rumah di tengah krisis ekonomi ini. Diskon 100 persen untuk PPN hingga tengah tahun 2025 membuat kita bertanya-tanya, "Apakah ini benar atau hanya mimpi?"

Lawan Sampai Menang | Sumber foto: X/LinoLilo(lilo)
Lawan Sampai Menang | Sumber foto: X/LinoLilo(lilo)

Lalu muncul prediksi dari Center of Economics and Law Studies (Celios) yang memperkirakan inflasi akan melonjak hingga 4,11 persen. Menariknya, inflasi yang tercatat pada November 2024 hanya 1,55 persen. Sepertinya, kita sedang terjebak dalam permainan tebak-tebakan antara angka yang realistis dan harapan yang penuh khayalan. Siapa yang tidak ingin hidup di dunia dengan inflasi yang hanya ada dalam imajinasi?

Sementara itu, kelompok miskin diperkirakan akan mengeluarkan Rp 101.880 lebih per bulan, sedangkan kelompok menengah harus merogoh kocek Rp 354.293 lebih. Ini bukan sekadar angka---ini adalah pengingat bahwa kita semua akan berkontribusi pada pesta inflasi yang diadakan oleh pemerintah. Mungkin kita perlu bersyukur, setidaknya kita masih bisa ikut merayakan!

Pajak Penuh Canda

Bank Indonesia, dalam langkah yang sangat optimis, menyatakan bahwa dampak PPN 12 persen tidak signifikan. Dengan proyeksi inflasi yang hanya naik 0,2 persen, sepertinya mereka percaya bahwa kita semua bisa mengabaikan tagihan yang membengkak. Mungkin mereka berpikir, "Jika kita menutup mata, masalah ini akan hilang dengan sendirinya!"

Deputi Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, tampaknya memiliki rencana jangka pendek yang cemerlang. Dengan paket stimulus berupa diskon listrik dan bantuan pangan, kita semua bisa merasa tenang. Namun, bukankah ini mirip dengan menambal kebocoran dengan lakban? Kita bisa bertahan sejenak, tetapi masalahnya tetap ada di sana.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengingatkan bahwa keuntungan dari stimulus ini hanya bersifat sementara. Ah, ini memang cerita yang sudah sering kita dengar: sejenak bahagia, lalu kembali ke kenyataan yang pahit. Mungkin kita perlu mengubah liriknya menjadi "Stimulus yang Indah, Kembali ke Realita."

Optimisme juga datang dari Yusuf Rendy Manilet yang melihat paket stimulus ini sebagai langkah inklusif. Namun, dengan durasi dan jangkauan insentif yang terbatas, kita tak bisa tidak bertanya, "Apakah kita sedang menunggu keajaiban yang mungkin tidak akan terjadi?" Kita perlu ingat bahwa harapan tidak selalu sejalan dengan kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun