Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Stoikisme: Seni Menghadapi Ketidakberdayaan dan Kebebasan di Era Konsumerisme

28 November 2024   20:36 Diperbarui: 28 November 2024   21:06 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari ayat ini, kita dapat melihat hubungan antara filsafat Stoic dan ajaran Islam. Salah satu prinsip yang mengaitkan keduanya adalah tawakkal, yang berarti berserah diri kepada Allah setelah berusaha dan berdoa. Dalam paham Stoikisme, terdapat adegium yang terkenal yang mencerminkan prinsip ini:

"Tuhan, berilah aku ketenangan untuk menerima hal-hal yang tidak bisa ku ubah, keberanian untuk mengubah hal yang bisa ku ubah, dan kebijaksanaan untuk membedakan keduanya."

Kedua ajaran ini menekankan betapa pentingnya penerimaan, usaha, dan kebijaksanaan saat menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan.

Stoikisme: Seni Menghadapi Ketidakberdayaan

Stoikisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan kita untuk menghadapi ketidakberdayaan dengan ketenangan dan kebijaksanaan. Di tengah tantangan kehidupan modern yang penuh tekanan sosial dan ekonomi, stoikisme memberikan perspektif yang berharga. Dengan menekankan pentingnya membedakan antara hal-hal yang dapat kita kendalikan dan yang tidak, kita diajarkan untuk menerima kenyataan tanpa terjebak dalam keputusasaan. Dalam pandangan stoik, ketidakberdayaan bukanlah akhir segalanya, melainkan kesempatan untuk memperkuat karakter dan menemukan makna dalam setiap kesulitan.

Kebebasan dalam Pandangan Stoik

Kebebasan, menurut stoikisme, bukan hanya kebebasan fisik atau materi, tetapi juga kebebasan internal dari gangguan emosional. Di era konsumerisme, di mana banyak orang terjebak dalam keinginan untuk memiliki dan mengejar materi, stoikisme mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri. Dengan mengembangkan sikap tidak terikat pada hal-hal eksternal, kita dapat meraih kedamaian batin. Kebebasan sejati adalah kemampuan untuk memilih respons kita terhadap situasi dan tidak membiarkan faktor eksternal mengendalikan emosi kita.

Menghadapi Konsumerisme

Di tengah maraknya konsumerisme, ajaran stoikisme menjadi semakin relevan. Dalam masyarakat yang sering kali menilai seseorang berdasarkan kepemilikan materi, stoikisme mengajak kita untuk merenungkan apa yang benar-benar penting. Dengan memusatkan perhatian pada kebajikan, etika, dan hubungan antar manusia, kita dapat menemukan kepuasan yang lebih mendalam daripada yang bisa diberikan oleh barang-barang fisik. Ini mengajarkan kita untuk menghindari perangkap konsumsi berlebihan dan menghargai aspek-aspek kehidupan yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Praktik Stoikisme dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk menerapkan prinsip-prinsip stoikisme dalam kehidupan sehari-hari, kita perlu melatih diri untuk berpikir kritis dan reflektif. Meditasi, menulis jurnal harian, dan teknik pernapasan adalah beberapa cara untuk melatih pikiran agar tetap fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan. Dengan mengadopsi kebiasaan ini, kita dapat mengembangkan ketahanan mental dan emosional yang sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan hidup. Melalui praktik ini, kita tidak hanya belajar untuk menghadapi ketidakberdayaan, tetapi juga menemukan kebebasan dan makna dalam kehidupan yang sering kali tidak terduga.

Paji Hajju 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun