Dalam keheningan malam, saat bintang-bintang bersinar redup, aku duduk sendiri memikirkan semua yang telah terjadi. Keterasingan ini membuatku merenung, setiap kenangan terukir dalam ingatan. Jangan datang jika masih membawa luka; aku tidak ingin menjadi penopang bagi beban yang seharusnya kau tanggung sendiri. Satu-satunya yang kuinginkan adalah kedamaian, bukan terjebak dalam bayang-bayang masa lalu yang kelam.
Saat kau bertanya bagaimana caraku untuk menyembuhkan luka, hatiku teriris. Ini bukan tentang diriku, melainkan tentangmu yang ingin terus menggali perasaan yang telah ku upayakan untuk kubur dalam-dalam. Rinduku telah menjadi teman setia, tetapi kini aku berusaha membebaskan diri dari belenggu itu. Jangan tanyakan lagi, sebab setiap pertanyaan hanya akan membangkitkan rasa sakit yang berusaha kulepaskan.
Kini, aku baik-baik saja. Mungkin tidak sepenuhnya utuh, tetapi cukup untuk melangkah maju tanpa bayangmu. Bukankah itu sudah cukup? Dalam perjalanan ini, aku belajar untuk mencintai diriku sendiri terlebih dahulu, sebelum mencintai orang lain. Setiap langkah yang kuambil adalah simbol dari perjuangan melawan rasa sakit yang pernah ada.
Apa yang harus kubawa jika semua rencana kita sudah kau kemas untuk pergi? Rasanya seperti mencuri sisa-sisa impian yang pernah kita rajut bersama. Setiap detik yang ku habiskan bersamamu kini terasa hampa, seakan-akan semua harapan telah sirna. Kini, hanya ada kehilangan yang menanti di setiap sudut hatiku.
Luka ini, harus kuapakan? Dia adalah bagian dari diriku yang tak bisa ku abaikan, meskipun aku berusaha untuk tidak mengingatnya. Ia mengajarkan aku tentang ketahanan, tentang bagaimana berdiri meski terjatuh berkali-kali. Namun, seiring waktu, aku menyadari bahwa tidak ada luka yang bisa sembuh tanpa pengorbanan.
Dalam kesunyian, aku merindukan kehadiranmu. Namun aku tahu, rindu tidak akan mengubah kenyataan. Keberanian untuk melepaskan adalah langkah terberat dalam hidupku. Ketika kau pergi, seolah semua warna dalam hidupku memudar, meninggalkan hanya nuansa kelabu yang menyesakkan.
Terkadang, aku berharap bisa melupakan semua kenangan indah yang pernah kita bagi. Namun, kenyataannya adalah setiap momen bersamamu telah terpatri dalam hatiku. Mereka adalah senyuman di tengah hujan dan tawa di saat duka. Kenangan itu manis, tetapi juga menyakitkan. Dalam ingatan, aku merasakan betapa dalamnya luka ini.
Kini, aku mencoba untuk melangkah maju. Meskipun setiap langkah terasa berat, aku tak ingin terjebak dalam masa lalu. Aku ingin menemukan kembali diriku yang hilang, untuk mengubah rasa sakit menjadi kekuatan. Tidak ingin lagi menjadi pengingat akan luka yang kau bawa, karena kini aku belajar untuk merawat jiwaku sendiri.
Ada kalanya bayangmu datang menghampiriku, dan aku terjebak dalam kenangan. Namun, aku ingat bahwa aku berhak untuk bahagia. Jangan lagi kau hadir dalam hidupku jika hanya untuk membawa kesedihan. Aku sudah cukup menderita, dan kini saatnya untuk bangkit.
Dalam perjalanan ini, aku belajar bahwa melepaskan bukan berarti melupakan. Ini adalah proses menerima bahwa kita telah saling mengajarkan banyak hal, meskipun harus berpisah. Aku berterima kasih atas setiap pelajaran, meskipun rasa sakit itu masih terasa. Kini, aku ingin mencintai tanpa syarat, tanpa bayang-bayang luka yang mengintai.
Akhirnya, aku menyadari bahwa hidup harus terus berlanjut. Meskipun kita telah berpisah, kenangan kita akan selalu ada. Namun, aku tidak ingin terjebak dalam kenangan itu. Aku ingin melangkah menuju masa depan, dengan harapan dan impian baru, tanpa beban luka yang kau bawa.
Jangan datang jika masih membawa luka. Biarkan aku menemukan jalanku sendiri, meski tanpa hadirmu. Aku akan terus berjuang untuk diriku, untuk menemukan kembali kebahagiaan yang mungkin sempat hilang. Karena, pada akhirnya, hidup ini adalah milikku, dan aku berhak untuk bahagia.
Paji HajjuÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H