Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dari Ritual ke Ritel: Mengapa Agama 'Laku' di Pasar Indonesia?

19 November 2024   16:04 Diperbarui: 20 November 2024   15:29 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembodohan masyarakat sering diperparah oleh kondisi sosial yang sulit. Dalam keadaan putus asa, masyarakat cenderung menerima narasi-narasi keagamaan yang disederhanakan tanpa analisis yang mendalam. Manipulasi ini bisa terjadi ketika oknum tertentu memanfaatkan ketidakpastian masyarakat untuk mempertahankan kekuasaan atau kepentingan pribadi.

Meskipun ada banyak tantangan dalam praktik dakwah saat ini, bukan berarti agama itu sendiri memiliki konotasi negatif. Agama seharusnya menjadi sumber pencerahan, bukan alat untuk membodohi. Masyarakat perlu didorong untuk memahami ajaran agama dengan cara yang kritis dan menilai kesesuaian ajarannya dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.

Pendidikan kritis menjadi kunci untuk memutus siklus kebodohan. Masyarakat harus diajarkan untuk tidak hanya mengikuti simbol atau retorika keagamaan, tetapi juga memahami inti dari ajaran agama itu. Peningkatan kesadaran dan pemahaman ini sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih cerdas dan kritis.

Masyarakat perlu dilengkapi dengan kemampuan untuk membedakan antara agama sebagai pedoman moral yang sejati dan agama yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Kewaspadaan dan pemikiran kritis sangat diperlukan untuk melawan manipulasi yang sering terjadi dalam praktik keagamaan saat ini.

Dengan meningkatkan kesadaran dan pendidikan kritis, diharapkan dakwah dapat kembali ke jalur yang benar. Dakwah seharusnya berfokus pada nilai-nilai kebaikan, empati, dan pengembangan jiwa, serta tidak terjebak dalam kepentingan politik atau materi. Kita perlu memperjuangkan pemahaman agama yang lebih mendalam dan tulus.

Di era digital ini, tantangan dakwah semakin kompleks. Namun, dengan pendekatan yang kritis dan bijaksana, kita dapat mengembalikan esensi dakwah ke jalurnya yang benar. Melalui edukasi dan kesadaran, diharapkan masyarakat dapat memahami agama dengan cara yang lebih baik, sehingga dakwah bisa menjadi sarana untuk kebaikan dan peradaban yang lebih baik.

Paji Hajju 

84b6a933-fe50-4565-bfe8-81f243b643af-673ca208c925c47a0357f115.jpeg
84b6a933-fe50-4565-bfe8-81f243b643af-673ca208c925c47a0357f115.jpeg
ILUSTRASI | pinterest/nafs

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun