Bertahun purba
Di puncak itu kami merayakan Engkau
Yang lebih luas dari kawah api
Yang Lebih besar dari belerang panas
Yang lebih teduh dari guncangan gemuruh.
Kini asap tebal Kau kirim jadi isyarat
Lahar panas menyapu tandaÂ
Debu memburu di atas kabut
Barang kali lelah
Mungkin juga letih
Atau muram karena jenuh.
Jika demikian terjadi kami tahuÂ
Riwayat dulu pasti ada yang salah
Mungkin tenang mu diusik serakah
Mungkin damaimu di gaduh canda.
Kini amukmu mencekam gelisah
kami berlari mencari aduh
Menjadi asing di rumah sendiriÂ
Sebab rajut mu sepanjang itu
Adakah saat ini kami yang paling durhaka.
Kami sadar
sembah kami tak sempat saji
Barang sekerat hati dan setetes darah kurban
Sebab setinggi itu acuh kami.
Bila berkenan pulih sejenak
Biar perkasa mu lebih rindu di mata Ina wae cintamu
Agar tangis Bai dan ratap anak-anak cucumu menyentuh belas kasihanmu
Biar rayu kami menjadi sujudÂ
Dan tunduk kami menjadi ujud
Di bawa Koke bale dan lango Uma kuruk kawak
Darah hewan kurban ini kami sembelih UntukMu.
Ignas N. Hayon
Ledalero, 21 Januari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H