Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Ibu Tak Lagi Ada

23 September 2024   01:46 Diperbarui: 23 September 2024   01:50 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu adalah simbol kasih sayang yang tulus, tanpa syarat dan tanpa batas.

-- Mahatma Gandhi

Di setiap sudut rumah, terukir kenangan bersamanya. Aroma masakan yang menyelimuti ruang makan, tawa ceria saat kami berkumpul, dan pelukan hangatnya yang selalu memberi rasa aman. Semua itu adalah bagian dari kehidupan yang tak ternilai, dan bayangan akan kehilangan itu menghantui setiap detik yang berlalu.

Bayangkan sejenak, bila esok ibu tiada. Tiada lagi suara lembutnya memanggil namaku di pagi hari, tiada lagi nasihat bijaknya yang selalu menguatkan hati. Kehilangan itu seperti sebuah badai yang menghapus semua warna dalam hidupku, meninggalkan hanya hitam-putih yang kelam.

Setiap anak pasti merasa bahwa ibunya adalah pahlawan dalam hidup mereka. Ia adalah sosok yang selalu mendukung, menjadi sandaran di saat-saat sulit, dan memberikan cinta tanpa syarat. Tanpa kehadirannya, dunia ini seakan kehilangan satu bintang yang paling bersinar.

Ketika teringat setiap cerita yang ia ceritakan, rasa rinduku semakin dalam. Cerita tentang perjuangannya, tentang pengorbanan yang tak terhitung jumlahnya demi kebahagiaan kami. Ibu adalah buku yang penuh hikmah, dan setiap halaman yang ku baca membangkitkan rasa syukur yang mendalam.

Ibu mengajarkan arti ketulusan, kesabaran, dan cinta. Ia mengajarkan bagaimana menghadapi dunia dengan kepala tegak, meskipun kadang cobaan datang bertubi-tubi. Kehadirannya adalah cahaya penuntun di lorong gelap kehidupan, dan kini bayangannya mulai memudar.

Dalam setiap detik, aku berdoa agar waktu tak berjalan terlalu cepat. Aku ingin mengingat setiap detil tentangnya, setiap senyuman, dan setiap air mata yang pernah kami bagi. Bila esok ia tiada, semua itu akan menjadi kenangan yang tak tergantikan, namun juga menyakitkan.

Ada kalanya aku merasa egois, berharap agar ia selalu ada di sisiku. Namun, di balik semua itu, aku tahu bahwa setiap makhluk memiliki waktunya masing-masing. Kehilangan ibu adalah pelajaran pahit tentang betapa berharganya hidup dan betapa kita harus menghargai setiap momen yang ada.

Saat malam tiba, kesunyian menjadi teman. Aku teringat saat-saat kami berbagi cerita sebelum tidur, saat ia mendengarkan setiap keluh kesahku dengan penuh perhatian. Tanpa suara lembutnya, malam terasa lebih sepi dan kelam, seolah bintang-bintang pun enggan bersinar.

Bila esok ibu tiada, aku akan merindukan masakannya yang selalu menjadi penyejuk jiwa. Setiap suapan menyimpan cinta dan perhatian, dan sekarang aku harus belajar memasak dengan cara yang sama. Namun, tidak ada resep yang bisa menggantikan cinta yang ia masukkan ke dalam setiap hidangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun