Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Nona dari Watohari

5 September 2024   01:14 Diperbarui: 5 September 2024   01:14 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Aku ingin mencintaimu dengan luar biasa, lalu menunjukkannya dengan sederhana namun tanpa henti.

Awan bergerak di langit yang luas, membawa lamunan. Angin berhembus lembut, hening dalam kesunyian. Dari cabang pohon Bidara, kerinduan menggantung harapan yang lebih kuat dari hujan. Di senja yang suram, bayangmu sering muncul dan menyatu dengan akar pohon Lontar. Gelisah dalam hatiku selalu menyala, menandakan rindu yang tiba di bulan November. Meski waktu berlalu, kerinduan ini tak pudar, meski ia menua dalam bahasa dingin yang tidak peduli, membasahi tanah. Keindahan terukir dalam ingatan, menghapus kenangan lama yang enggan pergi.

Tiba-tiba, seorang perempuan anggun mendekat dan memanggil namaku. Itu terjadi pada Jumat sore, setelah aku merayakan tawa bersama teman-teman lama. Perempuan ini masih kuingat, meski samar. Dia sederhana, tetapi sangat berarti. Dari dirinya, aku menemukan kembali arti 'bahagia' setelah dunia berantakan, bahkan di saat-saat penuh penyesalan. Dia menjadi tempat pelarian dari kebisingan pikiran dan keluhan yang datang silih berganti.

"Tunggu sebentar, kamu Paji, kan?" serunya manja. Aku pun berhenti dan menatapnya dengan lepas.

"Iya, kenapa? Benar, aku Paji. Oh, kamu Bitu, ya?" balasku. Sesekali wajahmu yang menawan mengganggu pikiranku.

"Apa kabar, Paji? Masih sibuk dengan kuliahmu?" tanya Bitu lembut dengan nada yang menyenangkan.

"Kabar baik, Bitu! Kuliah memang menyita waktu, tapi aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

Bitu tersenyum, merasakan perhatian hangat dari Paji. "Aku juga baik. Sekarang lebih sering membantu orang tua di Kebun. Rindu sekali ngobrol panjang lebar denganmu."

Mata Bitu bersinar saat senyumnya yang tipis terjebak di antara desiran ombak Sawu. Keindahan alam seolah mendengarkan setiap kata-katanya yang mendalam. Doa-doa terucap penuh harapan di setiap tatapannya. Hingga saat itu tiba, semoga bisa menyatukan impian dan membasahi langkah-langkah kita, meninggalkan jejak yang indah.

"Lihat, Bitu! Ada pelangi setelah hujan sore ini!" seru Paji dengan mata berbinar.

"Ya, Paji. Ini hadiah dari sang pencipta setelah hujan pergi. Seperti kisah kita, selalu ada keindahan setelah badai," jawab Bitu dengan bijak dan mempesona.

Di akhir pembicaraan, dia berkata tenang, "Semoga kamu selalu sehat, dan kita bisa bertemu lagi untuk mengatasi rasa rindu yang telah lama terpendam." Tawanya lembut di tengah keheningan.

Aku terdiam sejenak, lalu menjawab, "Kamu juga, semoga tetap sehat, ceria, cantik, dan semoga apa yang kita rencanakan segera terwujud."

Bitu menatapku dengan tatapan menenangkan. "Tapi kita harus tetap berkomunikasi, kan? Aku merindukan cerita-cerita kita, Paji."

"Setuju!" Paji tersenyum. "Bagaimana kalau kita saling mengabari saat ada waktu luang?"

"Sepakat!" Bitu tertawa manja, menandakan debar semangat. "Aku akan menunggu kabar darimu."

Sebelum pergi, aku memberanikan diri berbisik, "Rindu tidak bisa diatur, ia berjalan seiring waktu. Yang bisa kulakukan hanyalah mendoakan mu."

Akhirnya, kami pulang ke rumah masing-masing, membawa keraguan tentang cerita-cerita hangat dan rasa kagum yang terus menghantui.

Kami melanjutkan obrolan, berbagi mimpi dan harapan di tengah kesibukan masing-masing. Dalam keheningan, tatapan kami seolah menyampaikan lebih dari sekadar kata-kata.

Setelah pertemuan hangat itu, aku berusaha memahami setiap tatapanmu. Hampir tidak ada kebohongan dalam perjalanan waktu. Rindu mendalam tercipta melalui telepon dan pesan, bercakap mesra dan berbagi perasaan akrab. Merindukanmu, aku terbenam dalam lamunan. Kita seperti sepasang sandal jepit yang tak boleh terpisah hingga mencapai impian bersama. Duduk dan menerima apa yang ditentukan Tuhan.

Entah mengapa, senyummu, lesung pipimu, kilauan matamu, wangi rambut dan tubuhmu selalu aku rindukan. Ini terlihat sederhana, tetapi sangat berarti bagiku. Pesonamu menyentuh hatiku, membangkitkan rasa ingin selalu berada di sampingmu. Hai Nona dari Watohari, kehadiranmu sangat berharga. Semoga kehadiranmu takkan pernah memudar dan meninggalkan kesedihan.

Dalam bayanganku, saat hujan turun, kau tampil jelita mengenakan daster hitam favoritmu. Sementara aku, santai dengan sarung bermotif Lilin. Dari teras rumah yang penuh kehangatan, aku memintamu membuatkan segelas kopi pahit dengan senyumanmu. Asap rokok mengepul di udara saat aku membaca artikel tentang korupsi di perguruan tinggi. Kita berbincang, saling lempar kecupan di bawah rintik hujan. Aku menikmati kopi dan rokokku, sedangkan kau menghirup udara segar, merasakan aroma tanah basah setelah hujan pertama di Lamaholot, Solor Watohari.

Di antara doa, sumpah, dan janji manis, para politisi sibuk berkoalisi, sementara romansa mengalir hingga sinar matahari menghangatkan jiwa kita. Aku selalu mengagumimu. Kau adalah alasan senyumku sepanjang hari. Nona dari Watohari, biarkan jejakmu abadi di hatiku, menyatu dengan aliran darahku.

"Jangan ada lagi air mata," bisikku. Kata-kata itu menggema saat kita bersantai, mengalahkan penyesalan.

Ijinkan aku menjadi bagian dari indahnya mimpimu, penghibur saat sepi, penawar saat dahaga, dan pelindungmu ketika terik matahari. Aku siap. Kau hadir dalam setiap doaku. Mataku penuh kekaguman dan tak bisa berpaling. Akhir kata, bagiku, kau adalah cahaya yang selalu kuharapkan bersinar di pelupuk mataku. Aku mencintaimu sepenuh hati dan tanpa ragu.

Paji Hajju 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun