Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju

Membaca akan membantumu menemukan dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Idulfitri, Sepi, dan Puisi

9 April 2024   22:01 Diperbarui: 9 April 2024   22:11 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mari merayakan Sepi dengan seksama di hari yang Fitri (Dokpri) 

Lebaran masih sama meriahnya, hanya saja, kita semakin dewasa dan rasanya semua tak lagi sama seperti sedia kala.

Di sela-sela heningnya senja, ingatan tentang rumah untukku pulang membuncah tak henti-henti, lalu menjelma air mata setelah diajarkan tabah oleh perpisahan tanpa tapi. Aku merasakan ramai dalam sepi, jiwa-jiwa kembali bersih, putih, dan menggema, menggelegar di langit-langit Ilahi atas kemenangan yang hakiki. 

Takbir telah berkumandang, tanda Ramadhan telah pergi, berlalu, lalu marilah kita sambut Syawal penuh dengan riang gembira, laksana bayi yang baru lahir tanpa dosa dan noda. Jadikanlah kemenangan ini menjadi rahmat bagi sesama, mari belajar menjadi manusia yang seutuhnya. Lebaran masih sama meriahnya, hanya saja, kita semakin dewasa dan rasanya semua tak lagi sama seperti sedia kala.

Tetap menata hati, walaupun bulan suci telah pergi. Layaknya hidup bukan tentang dipukul lalu membalas, tapi tentang bagaimana kita tetap berdiri tegak walau banyak pukulan yang menindas. 

Baca juga: Aku ya Aku

Di lebaran kali ini, aku mencoba bertanya dalam diri; apa yang mau engkau wujudkan untuk membahagiakan orang tersayang? Banyak hal yang belum aku selesaikan di lebaran ini. 

Saat sepi melanda di keremangan, aku berharap semoga lebaran kali ini mendatangkan semua yang baik-baik entah itu kesehatan, kebahagiaan, kedamaian, untuk kita maupun keluarga. Semangat. Tidak ada yang istimewa dariku, aku hanya orang sederhana dan bahagia dengan cara yang sederhana pula.

Saat malam bersemayam di tubuh puisi, aku menadah harap dari segala keresahan yang hampir kehilangan arti, lalu kemudian aku berpuisi sebagai tanda ratapan lain menanti. Menyambut lebaran tidak seantusias dulu. 

Gemuruh angin bertandang, aku pun sadar Takbiran dan Lebaran, moment yang tidak akan terasa nikmat seperti dahulu kala. Memang benar manusia tidak akan pernah paham, sampai dia berada di situasi yang sama? 

Akankah suatu saat nanti kehidupan selalu membuka topeng dari orang-orang palsu? Kenapa seseorang bisa saling membenci sampai mati ketika bersama, tapi saling merindukan sampai tutup usia ketika berpisah? Kesepian, suramnya kota, gaduh di kepala, dan hidup melelahkan hanya itu-itu saja adalah mungkin juga cara kita untuk menikmati hidup.

Dan bersiaplah untuk berkelahi dengan pertanyaan yang sering muncul saat hari lebaran:

"Sekarang kerja di mana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun