Saya pernah mengikuti prosesi untuk dapat beraktifitas di gedung di atas. Dulu lebih dari satu dasawarsa yang lalu. Mungkin salah satu "kecelakaan" dalam perjalanan sejarah hidup ini adalah pernah ikut nyaleg. "Kecelakaan" yang positif tentunya. Bagi saya dan rangkaian hidup saya yang hampir kesemuanya ada dalam bingkai kesederhanaan, Nyaleg jelas merupakan sesuatu yang mewah. Bagaimana tidak mewah adik kelas waktu kuliah yang kerja di KPU Pusat sampai bilang, wah akang ikut nyaleg ya! Nama saya ada dalam lembaran negara, buku besar dokumentasi perjalanan demokrasi Indonesia yang kita cintai ini. Bolehlah saya bangga-bangga dikit.
Ketika nama lengkap ada di lembaran surat suara Pemilu Tahun 2004 untuk DPRD Kabupaten bagi saya merupakan kehormatan. Foto diri ada di sticker-sticker dan leaflet, ditempel disana-sini bagi saya yang dulu masih imut-imut merupakan sebuah lompatan besar.Â
Betapa tidak imut-imut, diusia yang belum genap 27 tahun, ketika hidup masih sendiri, uang kadang ada kadang tiada, hanya bermodalkan sebuah sepeda motor tua, didorong untuk tampil! Manakala kini manemukan artefak sejarah berupa sticker bergambar diri yang masih menempel di pintu rumah para pendukung terkadang membuat diri ini tersenyum simpul. Owh aku ternyata aku pernah berambut banyak!
Lepas dari menang tidaknya, nyaleg merupakan pengalaman yang sangat menarik dan berharga. Bobot pembelajarannya melebihi beban SKS ketika menuntut ilmu di Perguruan Tinggi. Â Nyaleg itu harus mau diundang kesana kemari oleh berbagai komponen, komunikasi dan kelompok . Memberikan sepatah dua patah kata (kaya pejabat aja deh pokoknya). Dan akhirnya merespon keinginan kelompok masyarakat yang mengundang yang terkadang sangat pragmatis.Â
Saat itulah ada ungkapan bagi saya yang tergolong caleg agak-agak misqueenn ini terdengar  lebih horor dari Film Sundel Bolong  "Urang dieu mah crung creng kang!, nu penting mah akang masihan naon we nu karaos ku warga, InsyaAlloh aya suara!. (Orang sini kontan kang! ada pemberian InsyaAlloh ada suara). Saat itulah aku berandai owh andai aku caleg yang kaya raya!Mungkin tidak kalang kabut kalau diminta jadi solusi yang bersifat materi.
Nyaleg itu harus siap ketika ada yang datang bertamu. Dari berbagai kalangan dan latar belakang. Harus siap ngobrol ngalor ngidul. Harus sabar mendengar mereka berjanji siap membantu asal ....Pokoknya kematangan emosional kita betul-betul diuji. Tapi karena niat nyaleg saat itu tidak muluk-muluk dan bukan untuk kepentingan sendiri, semua berjalan nyelow dan enjoy! Tahu diri, sadar kapasitas dan potensi diri. Tanpa mengurangi keseriusan prosesi demokrasi dilalui dengan canda tawa.
Mendapat satu dua suara dalam Pemilu itu tidak mudah! Sekali lagi tidak mudah! Jauh Lebih mudah mendapat like di status medsos. Orang yang satu daerah pun belum tentu memberikan suara untuk kita. Yang paling penting tentu dukungan dari keluarga besar kita. Dukungan dari keluarga itu tulus, tidak bergantung partai apa dan telah memberi apa. Walaupun pada kenyataannya dukungan keluarga besar itu tidak akan  mencapai 100%, ya wong namanya juga pemilihan, terkadang terkait dengan  hati dan berbagai hal lainnya.
Berdasarkan pengalaman, nyaleg itu juga perlu gizi dan logistik. Kita tak cukup bermodal citra diri dan citra partai. Dalam kenyataannya peredaran gizi dan logistik yang lancar akan mengalahkan citra diri dan citra partai. Ada pengalaman unik, dari satu daerah kita dapat suara sama persis dengan jumlah kaos yang kita bagikan. Untuk itu nyaleg itu sebaiknya tidak ujug-ujug. Tapi harus menanam sejak lama. Menanam itu tidak harus materi. Bibit dan benih kebaikan yang dapat ditanam itu banyak jenisnya.
Dulu tuh punya amunisi Kalender, Kaos dan Sticker saja kita sudah bersemangat. Â Melihat ada orang yang pakai kaos partai kita, wuih senangnya bukan main. Nyaleg sekarang terbantu dengan adanya internet dan terutama media sosial. Kampanye dan sosialisasi akan banyak termudahkan. Dulu belum musim bikin spanduk atau baligo, paling banter sticker dan kaos partai bergambar caleg.
Tapi tetap pertemuan langsung itu penting. Medsos, media masa dan media elektronik kalau diibaratkan piranti serangan udara yang tidak akan efektif bila tidak didukung oleh Pasukan Infantri, Pasukan Darat. Dalam kontestasi Pemilihan Umum sekarang, penguasaan territorial menjadi penting.
Seperti halnya konteks pemilihan yang lain, Nyaleg juga merupakan sebuah seni, adu strategi. Dulu di partai kami itu, antar caleg ga saling bersaing, tapi saling mendukung. Maka kita sering motoran bareng, kampanye bareng, logistic juga dibuatin.