Mohon tunggu...
Syarif Thoyibi
Syarif Thoyibi Mohon Tunggu... Belajar Berdamai dengan Kenyataan -

Blogger, Writer http://syarifthoyibi.blogspot.co.id/ https://twitter.com/thoyibig

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Kalender Di Tahun Baru

11 Desember 2015   17:14 Diperbarui: 29 Desember 2017   08:40 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu fungsi dari kalender politik adalah interaksi politik. Walaupun terkesan monologis, pemberian kalender gratis dari sebuah partai politik atau seorang tokoh politik kepada para konstituennya bermakna sebagai bentuk ikatan silaturahmi dan keinginan tokoh politik yang bersangkutan untuk terus memelihara kerjasamanya selama ini.  Kalender juga dapat dimaknai sebagai sebuah bentuk ucapan terima kasih atas dukungannya selama ini.  Dalam kontek inilah istilah politisasi kalender mengemuka. Kalender tidak hanya sebatas deretan tanggal, bulan dan tahun tapi juga sarana untuk memperkenalkan diri dan partai politiknya, menarik konstituen serta mempertahankan konstituen.

Bagi kalangan masyarakat bawah kalender masih merupakan barang langka dan pembagian kalender gratis terutama dari partai pilihan dan tokoh politik tertentu  akan tetap dinantikan. Pemberian kalender kepada konstituen seperti itu akan menjadi menjadi media kampanye yang efektif. Kalender tersebut akan dipasang ditempat strategis dan seolah sengaja dipamerkan kepada mereka yang datang ke rumahnya. 

Berbeda kondisinya ketika kalender politik diberikan kepada kalangan menengah ke atas. Bagi kalangan ini pilihan politik menjadi sesuatu yang tidak harus ditampakkan. Sehingga penempelan kalender politik di ruang tamu jarang kita temui. Sikap dan pilihan politik mereka lebih cerdas dan ekspresi politik menjadi hal yang bersifat pribadi. Afiliasi dan sikap politik adalah ruang pribadi yang hanya terekpresi di bilik-bilik suara. Mereka adalah silent majority yang suaranya cukup dominan. Diamnya mereka bukan berarti netral apalagi tidak bersikap. Mereka hanya menyadari buat apa berwarna kalau harus saling menyakiti, saling mencaci dan saling menyakiti. Persaudaraan, pertemanan, persatuan lebih layak diperjuangan dari pada  kekuasaan yang memisahkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun