Mohon tunggu...
Dr. Syarif Prasetyo
Dr. Syarif Prasetyo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti Di Badan Riset dan Inovasi Nasional

Seorang Peneliti Di Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, BRIN. Gemar mendaki gunung, membaca dan menikmati senja ditemani istri dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenapa di Muhamadiyah Tidak Ada Habib?

21 Desember 2024   00:46 Diperbarui: 21 Desember 2024   00:46 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Interpretasi Pribadi Penulis

Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari kelompok Islam lainnya, termasuk pendekatan terhadap hierarki keagamaan. Salah satu fenomena menarik yang sering menjadi bahan diskusi adalah ketiadaan sosok "Habib" dalam struktur maupun tradisi Muhammadiyah. Untuk memahami hal ini, kita perlu meninjau akar sejarah, teologi, budaya, dan beberapa pandangan kritis terkait validitas gelar "Habib."

1. Siapa Itu Habib?

Secara umum, istilah "Habib" merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain. Di Indonesia, gelar ini melekat pada komunitas Arab Hadramaut yang datang dari Yaman dan menjadi bagian dari masyarakat Nusantara sejak abad ke-14. Para Habib dianggap memiliki kedudukan istimewa karena dianggap keturunan langsung Rasulullah SAW.

Namun, validitas gelar ini sering diperdebatkan. Tidak ada bukti ilmiah atau catatan sejarah yang secara absolut memastikan silsilah yang diklaim oleh para Habib. Sebagian besar silsilah ini didasarkan pada tradisi lisan atau dokumen yang sulit diverifikasi secara akademis. Kritik terhadap klaim ini tidak hanya datang dari Muhammadiyah, tetapi juga dari sejumlah sejarawan Muslim yang menyoroti lemahnya bukti otentik terkait jalur keturunan tersebut.

2. Prinsip Teologi Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan pada tahun 1912 oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Organisasi ini lahir dengan semangat pembaruan Islam (tajdid) yang ingin memurnikan ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap bid’ah, khurafat, dan tahayul.

Dalam perspektif Muhammadiyah, Islam adalah agama egaliter, di mana kedudukan seseorang di sisi Allah SWT ditentukan oleh ketakwaan, bukan oleh garis keturunan. Oleh karena itu, penghormatan yang berlebihan terhadap individu tertentu karena nasab, termasuk kepada Habib, dianggap tidak relevan dengan ajaran Islam yang murni.

Selain itu, keraguan terhadap keabsahan klaim keturunan Habib semakin memperkuat sikap Muhammadiyah untuk tidak memberikan ruang khusus bagi gelar tersebut. Muhammadiyah berpegang pada prinsip bahwa yang terpenting adalah amalan seseorang, bukan asal-usul keluarganya.

3. Sejarah Muhammadiyah dan Komunitas Arab

Pada masa awal berdirinya, Muhammadiyah fokus pada pendidikan, kesehatan, dan dakwah. Di sisi lain, komunitas Arab Hadramaut yang mendukung tradisi Habib seringkali berafiliasi dengan tarekat sufi dan tradisi Syafi’i yang kental dengan penghormatan terhadap keturunan Nabi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun