Mohon tunggu...
Syarif Perdana Putra
Syarif Perdana Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate at Institut Bisnis Nusantara

Content Writer Enthusiast | Maka Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan dan Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan |

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Orangtua Wajib Paham! 5 Ciri-Ciri Ini Termasuk Toxic Parenting yang Perlu Dihindari

9 Oktober 2024   08:30 Diperbarui: 9 Oktober 2024   08:32 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa Saja Ciri-Ciri Toxic Parenting yang Perlu Dihindari ???

Toxic parenting atau pola asuh beracun adalah salah satu fenomena yang harus diwaspadai oleh setiap orang tua. Meski niatnya untuk kebaikan, beberapa tindakan atau perilaku yang dilakukan tanpa disadari bisa berdampak negatif pada perkembangan mental dan emosional anak. Seiring berjalannya waktu, dampak ini dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan anak dan menciptakan luka batin yang sulit disembuhkan. Sayangnya, banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa perilaku mereka termasuk dalam kategori toxic parenting. Mengasuh anak memang bukanlah hal yang mudah. Tantangan kehidupan sehari-hari, tekanan sosial, hingga masalah pribadi bisa membuat orang tua tanpa sadar mempraktikkan pola asuh yang tidak sehat. 

Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh toxic mungkin akan tumbuh dengan perasaan cemas, kurang percaya diri, atau bahkan merasa tidak pernah cukup baik di mata orang tuanya. Kondisi ini, jika dibiarkan, dapat mempengaruhi perkembangan karakter anak serta cara mereka memandang diri sendiri dan dunia di sekitar mereka. Memahami ciri-ciri toxic parenting sangat penting agar orang tua bisa mengoreksi tindakan atau kebiasaan yang mungkin selama ini tidak disadari. Dari pola komunikasi yang merendahkan hingga tuntutan yang terlalu tinggi tanpa mempertimbangkan kebutuhan emosional anak, beberapa bentuk perilaku ini sering kali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dengan kesadaran dan perubahan yang tepat, pola asuh yang lebih sehat dan penuh kasih sayang bisa dibangun, memberikan anak fondasi kuat untuk tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan bermental sehat. Dalam artikel ini, kita akan membahas 5 ciri-ciri pola asuh toxic yang perlu dihindari, agar oran tua dapat mendidik anak dengan lebih baik dan membentuk ikatan yang sehat. 

1. Mengontrol Kehidupan Anak secara Berlebihan

Salah satu tanda paling umum dari toxic parenting adalah perilaku mengontrol kehidupan anak secara berlebihan. Orangtua yang terlalu dominan dalam mengambil keputusan, dari hal kecil hingga besar, tanpa memberikan kesempatan bagi anak untuk menyuarakan pendapatnya, dapat merampas kemandirian anak. Kontrol berlebihan ini sering kali dilakukan dengan alasan demi kebaikan anak, tetapi pada kenyataannya, anak membutuhkan ruang untuk belajar mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas tindakannya. 

Pola asuh seperti ini dapat membuat anak merasa tidak mampu menentukan jalan hidupnya sendiri, yang pada akhirnya mengganggu rasa percaya diri mereka. Anak yang selalu dikendalikan cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang mandiri, tidak percaya diri, dan kesulitan dalam mengambil keputusan saat dewasa. Sebaliknya, anak-anak membutuhkan bimbingan orang tua, bukan kendali penuh atas setiap aspek hidup mereka. Mengajarkan anak bagaimana mengambil keputusan dengan baik akan membentuk karakter yang lebih kuat dan percaya diri.

2. Tuntutan yang Terlalu Tinggi Tanpa Pertimbangan Emosional

Ciri lain dari toxic parenting adalah menuntut anak dengan standar yang terlalu tinggi tanpa mempertimbangkan perasaan dan kapasitas emosional anak. Hal ini sering kali muncul dalam bentuk harapan yang tidak realistis, seperti menuntut anak selalu mendapatkan nilai sempurna, menjadi juara di berbagai kompetisi, atau mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler tanpa memberikan kesempatan untuk istirahat. Tuntutan yang berlebihan ini, alih-alih memotivasi, malah bisa memberikan tekanan besar pada anak. 

Anak-anak mungkin merasa bahwa mereka hanya dihargai jika mampu memenuhi ekspektasi tersebut, dan jika gagal, mereka merasa tidak cukup baik.  Kondisi ini dapat memicu stres, kecemasan, bahkan depresi pada anak. Anak-anak memerlukan dukungan dan dorongan yang sehat dari orangtua, bukan tekanan yang terus-menerus. Penting untuk mengapresiasi usaha dan kemampuan anak sesuai dengan kapasitas mereka, serta memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang tanpa beban ekspektasi yang berlebihan.

3. Menggunakan Rasa Bersalah sebagai Alat Kontrol

Beberapa orang tua tanpa sadar menggunakan rasa bersalah sebagai alat untuk mengendalikan anak. Mereka mungkin sering mengeluarkan pernyataan seperti, “Kalau kamu sayang sama mama, kamu akan lakukan ini,” atau, “Papa sudah bekerja keras, dan ini balasannya ?”. Pola komunikasi seperti ini membuat anak merasa bersalah jika tidak bisa memenuhi keinginan orang tua. 

Selain itu, anak juga bisa merasa bahwa cinta orangtua bersyarat dan hanya diberikan jika mereka berhasil menyenangkan orangtua. Hal ini menciptakan luka emosional yang dalam dan membuat anak kesulitan mengekspresikan dirinya dengan jujur. Menggunakan rasa bersalah sebagai alat kontrol merupakan bentuk manipulasi emosional yang sangat merugikan. Orangtua seharusnya mendidik anak dengan memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri tanpa membuat mereka merasa bersalah karena pilihan yang mereka ambil.

4. Mengabaikan Kebutuhan Emosional Anak

Toxic parenting juga bisa terlihat dari kurangnya perhatian pada kebutuhan emosional anak. Orangtua yang berfokus hanya pada aspek fisik atau akademik, tetapi tidak memperhatikan bagaimana perasaan anak, cenderung mengabaikan sisi penting dari perkembangan anak. Anak-anak, seperti halnya orang dewasa, memiliki kebutuhan untuk didengar, dipahami, dan dihargai perasaannya. Ketika orangtua gagal memberikan perhatian emosional, anak akan merasa diabaikan dan tidak penting. 

Kondisi ini bisa mengarah pada masalah dalam membentuk hubungan interpersonal, baik dengan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya. Mengasuh anak tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan materi dan pendidikan, tetapi juga memastikan mereka tumbuh dalam lingkungan yang emosionalnya sehat. Orangtua harus mendengarkan dan berempati terhadap perasaan anak, serta memberikan dukungan yang mereka butuhkan untuk berkembang secara emosional.

5. Sering Mengkritik dan Merendahkan Anak

Ciri terakhir yang sering muncul dalam toxic parenting adalah terlalu sering mengkritik atau bahkan merendahkan anak. Kritik yang terus-menerus dan tidak disertai dengan dorongan positif bisa menghancurkan rasa percaya diri anak. Beberapa orangtua mungkin merasa bahwa mereka sedang mendidik anak dengan menunjukkan kesalahan mereka, tetapi jika hal ini dilakukan secara berlebihan dan tidak konstruktif, dampaknya justru merusak.

Anak yang tumbuh dengan kritikan yang berlebihan sering kali merasa bahwa apa pun yang mereka lakukan tidak pernah cukup. Mereka merasa tidak berharga dan takut untuk mencoba hal baru karena takut gagal dan mendapat kritik lagi. Hal ini bisa mempengaruhi perkembangan mental dan emosional mereka dalam jangka panjang. Sebaiknya, orangtua memberikan kritik yang membangun dan disertai dengan pujian atas hal-hal positif yang sudah dilakukan anak. Ini akan membantu anak untuk belajar dari kesalahan tanpa kehilangan rasa percaya diri.

Menghindari Toxic Parenting dan Membangun Hubungan yang Sehat

Ilustrasi Gambar Seorang Ayah Sedang Menasehati Putrinya, Sumber : www.pexels.com/@August de Richelieu
Ilustrasi Gambar Seorang Ayah Sedang Menasehati Putrinya, Sumber : www.pexels.com/@August de Richelieu

Memahami dan menghindari pola toxic parenting adalah langkah penting yang harus dilakukan setiap orang tua demi perkembangan yang sehat dan bahagia bagi anak. Meskipun tujuan orangtua mungkin mulia, yakni untuk melindungi, mendidik, atau memotivasi anak, penerapan pola asuh yang keliru justru dapat menimbulkan dampak negatif yang mendalam pada anak, baik secara emosional maupun mental. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk selalu mengevaluasi pendekatan mereka dalam mengasuh anak, serta memastikan bahwa mereka tidak jatuh dalam perangkap toxic parenting. Kelima ciri yang telah dijelaskan, mulai dari kontrol berlebihan hingga mengabaikan kebutuhan emosional anak, adalah hal-hal yang seringkali sulit disadari namun sangat merusak hubungan orang tua dan anak. 

Orangtua perlu lebih peka terhadap bagaimana perasaan anak, memberikan ruang untuk kemandirian mereka, serta menghindari tekanan yang berlebihan. Hubungan yang sehat antara orangtua dan anak dibangun atas dasar saling menghormati, memahami, dan mendukung, bukan melalui kontrol, kritik yang berlebihan, atau tuntutan yang tidak realistis. Menyadari dan menghindari ciri-ciri toxic parenting ini, orangtua dapat menciptakan suasana yang lebih positif di rumah. Anak-anak akan tumbuh dengan kepercayaan diri yang kuat, merasa dihargai, dan mampu menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik. Mereka akan merasa bahwa cinta orang tua adalah cinta yang tanpa syarat, yang mendukung mereka dalam berbagai keadaan, baik dalam kesuksesan maupun kegagalan.

Referensi :

Azura Puan Khalisa. fimela.com. 27 September 2024. '3 Ciri Toxic Parenting yang Perlu Dihindari' [daring]. Tautan :
https://www.fimela.com/parenting/read/5709841/3-ciri-toxic-parenting-yang-perlu-dihindari?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun