La Nina, sebuah fenomena iklim yang sering dipandang sebagai kebalikan dari El Nio, sedang menuju Indonesia dan diperkirakan akan mulai terasa pada Agustus 2024. Fenomena ini disebabkan oleh pendinginan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian timur yang mengakibatkan pola angin dan cuaca berubah secara global, termasuk peningkatan curah hujan di wilayah tropis seperti Indonesia. Untuk kota Bandung yang sejuk dan dikenal dengan iklim sedangnya, La Nina membawa tantangan unik namun juga peluang di bidang lingkungan, kesehatan, dan ekonomi.
La Nina dan Tantangan Lingkungan
Di Bandung, yang terletak di dataran tinggi, peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat mengakibatkan sejumlah dampak signifikan bagi lingkungan. Peningkatan curah hujan yang diprediksi sekitar 10--40 persen di atas normal ini akan membawa risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor. Kondisi ini sangat berisiko terutama di daerah pegunungan yang rentan erosi dan permukiman di sepanjang sungai yang sering kali mengalami banjir akibat sumbatan sampah.
Hujan yang terus menerus juga dapat menyebabkan pencemaran sumber air dan kualitas tanah yang kurang ideal bagi pertanian. Daerah-daerah pertanian di sekitar Bandung yang tidak dipersiapkan dengan sistem drainase yang baik berpotensi mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas lahan dan secara langsung berdampak pada ekonomi masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengambil langkah mitigasi, seperti memperbaiki sistem drainase, mengamankan lahan-lahan pertanian, dan membersihkan aliran sungai dari sampah.
Namun, ada juga aspek positif dari curah hujan tambahan yang dibawa oleh La Nina. Bagi Bandung yang kerap mengalami masalah dengan pasokan air, fenomena ini dapat menjadi kesempatan untuk menambah cadangan air. Jika air hujan yang melimpah dikelola dengan baik melalui sistem penampungan atau sumur resapan, Bandung dapat meningkatkan cadangan air bersih untuk digunakan selama musim kering. Ini bisa menjadi momentum bagi Bandung untuk membangun infrastruktur penampungan air yang lebih efisien.
Dampak La Nina pada Kesehatan Masyarakat
Selain berdampak pada lingkungan, La Nina juga membawa risiko kesehatan yang tidak bisa diabaikan. Peningkatan curah hujan dan kelembapan yang tinggi menciptakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan vektor penyakit, seperti nyamuk Aedes aegypti, yang menjadi penyebab demam berdarah. Fenomena ini sering kali bertepatan dengan peningkatan kasus penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti demam berdarah, chikungunya, dan malaria, terutama di wilayah tropis yang lembap seperti Indonesia.
Peningkatan curah hujan juga berpotensi menyebabkan banjir, yang sering kali mencemari sumber air bersih. Ketika air tercemar, risiko wabah penyakit seperti diare, tifus, dan kolera meningkat. Selain itu, lingkungan yang lembap meningkatkan risiko masalah pernapasan akibat pertumbuhan jamur dan bakteri yang tinggi di udara. Masyarakat yang tinggal di lingkungan padat dengan sirkulasi udara kurang baik dapat berisiko terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan alergi.
Dalam menghadapi La Nian, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan menjadi sangat penting. Menguras tempat penampungan air untuk mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk, menjaga sanitasi sumber air, dan memastikan sirkulasi udara di rumah dapat mengurangi risiko kesehatan yang ditimbulkan. Pemerintah daerah dan layanan kesehatan juga diharapkan proaktif menyediakan informasi dan layanan kesehatan yang diperlukan, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah padat dan rentan.
Tantangan Ekonomi dan Peluang yang Hadir Bersama La Nina
Dari perspektif ekonomi, dampak La Nnia di Bandung menciptakan tantangan besar terutama bagi sektor pertanian dan bisnis lokal. Bagi petani, curah hujan berlebih bisa merusak tanaman dan lahan. Tanah yang jenuh air lebih rentan terhadap erosi dan mengurangi produktivitas lahan pertanian. Kerugian yang dialami petani bisa berdampak pada pasokan pangan di Bandung dan sekitarnya, serta mengakibatkan kenaikan harga yang membebani masyarakat secara keseluruhan.