Misalnya, bahan-bahan seperti gelatin atau kolagen yang digunakan dalam beberapa alat kesehatan dan perlengkapan rumah tangga dapat berasal dari babi atau hewan yang tidak disembelih secara syariah, menjadikan produk tersebut tidak sesuai untuk digunakan oleh umat Islam.
Fatwa dan kajian hukum Islam dari berbagai lembaga ulama juga menyebutkan bahwa umat Islam diperintahkan untuk menjaga kesucian dalam semua aspek, termasuk dalam barang-barang yang digunakan. Dengan demikian, tuntutan akan barang gunaan halal ini sejalan dengan prinsip fiqih untuk menjaga thaharah (kesucian) dalam aktivitas sehari-hari.Â
Sertifikasi halal pada barang gunaan memastikan bahwa barang yang digunakan dalam aktivitas keseharian, seperti alat masak atau peralatan mandi, tidak mengandung unsur yang najis atau dilarang.
Manfaat Sertifikasi Halal untuk Barang Gunaan
Sertifikasi halal pada barang gunaan membawa banyak manfaat, baik untuk konsumen maupun produsen. Bagi konsumen Muslim, sertifikasi halal memberikan jaminan atas kehalalan dan kesucian barang yang mereka gunakan, sehingga tidak ada kekhawatiran atau keraguan. Sementara bagi produsen, sertifikasi ini meningkatkan daya saing produk mereka di pasar nasional dan internasional, karena memenuhi kebutuhan khusus konsumen Muslim yang semakin peduli akan kehalalan produk yang mereka gunakan.
Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam industri barang gunaan halal. Dengan semakin tingginya kesadaran konsumen akan produk halal, produsen diharapkan dapat memanfaatkan sertifikasi halal sebagai strategi untuk menambah nilai produk mereka.Â
Hal ini juga membuka peluang ekspor ke negara-negara dengan populasi Muslim besar yang juga menginginkan produk yang terjamin halal.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meskipun sertifikasi halal barang gunaan membawa banyak manfaat, proses ini masih menghadapi berbagai tantangan, baik dari segi teknis maupun regulasi. Sebagai contoh, sertifikasi halal untuk produk-produk yang mengandung bahan kimia atau produk olahan teknologi tinggi seringkali memerlukan kajian yang mendalam dan uji lab untuk memastikan tidak adanya bahan non-halal yang tersembunyi.Â
Selain itu, keterbatasan jumlah Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) juga dapat menghambat proses sertifikasi, terutama bagi UMKM yang ingin memastikan produknya memenuhi standar halal.
Namun, ke depannya, diharapkan pemerintah dapat terus mengembangkan regulasi dan memperkuat kerja sama dengan berbagai lembaga untuk mempermudah proses sertifikasi halal ini. Peningkatan akses terhadap sertifikasi halal bagi pelaku usaha kecil juga sangat penting, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati manfaat dari jaminan halal ini.