Mohon tunggu...
Syarifa Maratul Fajriya
Syarifa Maratul Fajriya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hilangnya Kesadaran Generasi Muda dalam Mengembangkan Tradisi Sadranan

19 Maret 2024   12:03 Diperbarui: 19 Maret 2024   12:19 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sadranan secara bahasa berasal dari kata nyadran yang dapat diartikan memberikan doa keselamatan pada leluhur yang sudah tiada di bulan Sya'ban atau Ruwah yang disertai bersih -- bersih dan tabur bunga di makam para leluhur. Setiap dukuh atau desa berbondong -- bondong menggelar acara yang sudah menjadi budaya dan tradisi masyarakat Jawa yang masih terus dipertahankan. Dinamakan tradisi karena sudah lama dilakukan dan masih dilakukan sampai sekarang bahkan sejak berkembangnya agama Hindu pada abad ke-4. Tradisi ini rutin dilakukan setiap tahunnya pada berbagai wilayah di Jawa. Setiap wilayah memiliki waktu yang berbeda -- beda, biasanya diselenggarakan satu bulan sebelum dimulainya puasa Ramadhan yaitu tanggal 15, 20 dan 23 Ruwah. Ada pula yang dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat datangnya bulan Sya'ban. Sehingga bisa dikatakan tradisi ini dilakukan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, juga untuk memperkuat tali silaturahmi antar warga sekitar dan dengan warga asli yang merantau.

Tradisi nyadran ini bukanlah berasal dari ajaran agama Islam meskipun dalam Islam mengajarkan untuk ziarah kubur, namun tata caranya tentu berbeda. Pada dasarnya, nyadran merupakan tradisi Jawa yang dimulai dengan padusan yaitu membersihkan diri di Sungai atau tempat pemandian sebagai bentuk menyucikan diri menyambut datangnya bulan Ramadhan. Dilanjut dengan bersih -- bersih makam para leluhur dan melakukan doa bersama. Sebagian masyarakat ada yang melanjutkan silaturahmi dan diakhiri dengan makan bersama. Ada juga yang hanya sekedar melakukan ziarah ke makam keluarganya saja tanpa mengikuti urutan dan tata cara budaya sadranan ini. 

Seperti pada halnya, tradisi sadranan merupakan bentuk budaya lokal yang mengandung makna yang perlu untuk dipertahankan keberadaannya di masyarakat. Seiring berkembangnya zaman dan pengaruh globalisasi saat ini membuat budaya ini perlahan -- lahan hilang dan seakan tidak peduli akan pelestariannya. Para generasi muda saat ini lebih senang mempelajari budaya asing daripada budaya milik sendiri.  Ada beberapa alasan lain dibalik mengapa tradisi ini mulai ditinggalkan antara lain :

  • Urbanisasi yang merata : Banyak orang desa yang pindah ke kota untuk mencari pekerjaan,sehingga hubungan antar tetangga/kerabat akan jauh dan tradisi sadranan tidak lagi terjaga dengan baik.
  • Gaya hidup yang modern dan sibuk : Tuntutan pekerjaan membuat orang-orang sulit meluangkan waktu untuk mengikuti tradisi sadranan.
  • Perubahan nilai dan norma : Nilai-nilai tradisional sering tergeser oleh nilai nilai modern, sehingga tradisi-tradisi seperti sadranan tidak lagi dianggap penting atau relevan di sebagian mayarakat.
  • Sudut pandang yang sempit : Bagi sebagian kalangan, sadranan dianggap sebadai bid'ah atau sesuatu yang tidak boleh dilaksanakan umat islam. Karena, tradisi ini dianggap sebagai warisan budaya Hindu dan bukan murni ajaran Islam.

Semua faktor - faktor ini telah menyebabkan tradisi sadranan mulai di tinggalkan oleh sebagian masyarakat atau komunitas. Sebagai warga negara yang baik kita harus bisa menjaga warisan budaya khususnya tradisi sandaran ini dengan melakukan beberapa upaya untuk melestarikannya yaitu :

  • Kesadaran dan edukasi : Penting untuk menngkatkan kesadaran akan nilai-nilai tradisi sadranan dan pentingnya mempertahankannya sebagai warisan budaya kita.
  • Mengajarkan kepada generasi muda : Mendorong generasi muda untuk menghargai dan mempraktikkan tradisi sadranan. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan sekolah, diskusi keluarga dan pengalaman langsung dalan mengikuti tradisi tersebut.
  • Kolaborasi komunitas : Melibatkan komunitas dalam upaya melestarikan tradisi sadranan  dapat meningkatkan kesadaran dan keikutsertaan. Melalui acara komunitas, workshop atau festival tradisional dapat menjadi sarana untuk mempromosikan  dan mempraktikan tradisi sadranan.
  • Menerapkan tradisi dalam kehidupan senari-hari : Membiasakan diri untuk terlibat dalam hubungan sosial dengan tetangga dan kerabat secara teratur dapat membantu menjaga keberlangsungan tradisi sadranan.
  • Menciptakan inovasi : Mengadaptasikan tradisi sadranan dengan cara yang sesuai dengan gaya hidup modern, seperti menggunakan teknologi untuk menciptakan acara sadranan yang lebih kreatif dan menarik bagi generasi muda.

Dengan upaya bersama dari masyarakat, pemerintah dan individu diatas, tradisi sadranan dapat terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi mendatang. Perbedaan budaya bukanlah menjadi halangan dalam berkomunikasi karena dalam perbedaan tersebut biisa diatasi dengan proses pengertian intelektual. Bahkan dengan adanya budaya multikultural ini bisa menjadikan identitas untuk masyarakat sendiri. Namun, sekarang tidak mudah untuk mempertahankan identitas budaya sendiri di era kemajuan zaman yang begitu pesat. Bahkan para generasi muda kurang bisa mempertahankan atau mengembangkan budaya bangsanya sendiri dan memilih untuk mempelajari atau mengembangkan budaya global yang menurut mereka mudah diikuti dan tampak modern. Padahal para generasi muda bisa mengembangkan budaya sadranan di era modern ini tanpa malu terlihat kuno. Selain itu manfaat yang bisa didapatkan dari melestarikan budaya ini antara lain dapat memperkuat jaringan sosial, memelihara warisan budaya dan menyebarkan nilai positif ke masyarakat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun