Polemik yang terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun merupakan salah satu contoh perbedaan persepsi atau pendapat yang jamak terjadi dalam masyarakat Indonesia yang diberkahi dengan banyak agama, kepercayaan, dan aliran.
Ponpes Al Zaytun dianggap melakukan sejumlah hal yang kontroversial dengan ajaran Islam seperti menempatkan wanita di barisan pria ketika sholat Idul Fitri bulan April lalu.
Selain Ponpes Al Zaytun, perbedaan tajam juga dialami oleh jamaah Ahmadiyah. Berbagai aksi penyerangan, kekerasan, persekusi, dan lain sebagainya menjadi potret kehidupan jamaah Ahamdiyah di Indonesia (Taqiyuddin, dkk, 2022).
Zakyah, dkk, (2022) mengatakan kekerasan terhadap Syiah yang terjadi tahun 2011, sampai hari ini belum tuntas. Kasus pembakaran, pengusiran dan terpaksa meninggalkan kampung halaman dan menjadi pengungsi mendera fisik dan mental bertahun-tahun hingga mereka diizinkan kembali ke desa kelahiran dengan syarat bermazhab sunni.
Perbedaan pandangan ini seperti api dalam sekam yang sewaktu-waktu dapat meletup dan meluluhlantakkan persatuan bangsa.
Apakah perbedaan pandangan akan terus berlanjut khsususnya dalam konteks keyakinaan beragama di Indonesia?
Mari kita telusuri dari awal peradaban Islam.
Perbedaan tafsir
Seluruh pemikiran dalam Islam harus tegak di atas pondasi Al Qur’an dan Hadist (Abdul Moqsith Ghazali,2021). Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, kanjeng Nabi menjadi satu-satunya rujukan utama dalam menerangkan makna Al Qur’an (Mufassir). Mengapa perlu keterangan Rasulullah? Karena Al Qur’an tidak memberikan penjelasan secara rinci, misalnya mendirikan sholat, melaksanakan zakat, dan mekanisme haji. Karena itu, hadist berfungsi dalam menjelaskan.
Setelah Rasulullah wafat, maka tidak ada lagi rujukan hukum utama untuk memberikan keterangan dan penjelasan. Karena itu muncullah para sahabat yang memberikan penafsiran, diteruskan oleh Tabiut tabi in. Kita juga mengenal kelompok Ahlu sunnah Wal jamaah, Muktazilah, Khawarij, Murji’ah, dan lain sebagainya yang kemudian terlibat perselisihan cara menafsirkan ayat yang berkaitan dengan aqidah.
Selanjutnya para ulama Sunni menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an yang berhubungan dengan hukum atau fiqih, sehingga memunculkan empat mazhab, yakni: Hanafi, Hambali, Syafe’i, dan Maliki.