Responden yang kami temui adalah seorang perempuan berusia 28 tahun bernama Ibu Istiana sebagai perwakila karena Sang Ibu jarang di rumah. Dia adalah istri dari Bapak Santoso yang berusia 35 Tahun. Mereka berdua memiliki 1 orang anak laki-laki yang berusia 2,5 tahun. Bapak Santoso bekerja dengan pendapatan yang tidak menentu. Pak Santoso merupakan buruh lepas yang bervariasi. Kadang menebas rumput, kadang juga jadi buruh bangunan saat ada panggilan.
Keluarga ini tinggal di Jalan Adi Sucipto Gg. Teratai, Kelurahan Belitung Laut, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak. Mereka hidup di rumah yang dibangun diatas tanah milik Ibu dari Bu Istiana, bernama Novi Oktaviani yang berusia 46 tahun dan ditempati oleh 6 orang yang terdiri dari Bu Istiana, Pak Santoso, Bintang (Anak mereka), Kakek Sabran dan 2 orang adik dari Kak Istiana yang masih bersekolah. Tetapi Kakek Sabran kadang juga menginap di rumah sebelah (milik Bibi dari Bu Istiana).Â
Dalam hal pendidikan, sepasang suami istri ini, baik Bu Istiana maupun Pak Santoso hanya menamatkan pendidikan hingga jenjang SMA. Bu Istiana merupakan Ibu Rumah tangga, kesehariannya hanya menjaga anaknya dirumah. Sementara kakek dan dua adiknya merupakan tanggungan Bu Novi Oktaviani yang baru saja menikah lagi dan pulang-pergi ke rumah suaminya (tidak menetap di rumah).
Penerima bantuan PKH 2023 ini atas nama Bu Novi sehingga ini dapat digunakan oleh Bu Istiana di saat Ibu Novi sedang tidak di rumah. Sederhananya, Bu Istiana merupakan pengelola keuangan di rumah. Bantuan PKH ini didapat 2 bulan sekali dengan nominal Rp. 800.000 dengan rincian Rp. 600.000 dan Rp. 200.000 diberikan terpisah sebagai uang beras. Sedangkan nominal dari suami Bu Novi pun tidak menentu, hanya kisaran Rp. 300.000 -- Rp.400.000 per bulan. Selain bantuan PKH, Ibu Novi juga kerap menitipkan uang untuk keperluan tambahan yang diperoleh dari suaminya dengan jumlah tak menentu, yaitu berkisar Rp. 300.000-Rp. 400.000 per bulan. Sedangkan pendapatan yang diperoleh oleh Pak Santoso juga hanya kisaran Rp. 300.000 per minggu selama ada panggilan kerja. Dengan jumlah segitu, hanya pas untuk makanan sehari-hari, keperluan anak dan biaya sekolah adik-adiknya.
Pak Santoso dan Bu Istiana beserta anaknya dan adik-adiknya tinggal di sebuah rumah yang berdiri diatas tanah ukuran 8 x 3 m milik Bu Novi. Dengan ukuran bangunan rumah sekecil itu, setengah rumahnya sangat memprihatinkan. Terlihat dari kamar hingga ke belakang tanahnya terpendap yang mengakibatkan kondisi lantai rumahnya terendam air dan banyak barang yang sudah tidak layak dipakai. Rumah ini sangat tidak sehat untuk di tempati. Rumah ini hanya memiliki dua ruangan yang hanya bersekat kayu triplek tipis. Satu ruangan untuk ruang tamu yang hanya sebesar 2,5 x 3 m dan satu ruangan digunakan sebagai kamar tanpa pintu dan hanya digantungi kain sebagai penutup langit kamarnya. Disebelah kamarnya, terdapat dapur kecil untuk memasak dengan keadaan kompor yang sangat tidak layak pakai dan hanya beberapa alat masak. Sedangkan di belakang dapur, tidak bisa digunakan karena dipenuhi sampah dan barang yang tidak terpakai. Sumber air minum yang digunakan yaitu air hujan. Di rumah ini tidak tersedia kamar mandi ataupun WC. Untuk mandi dan mencuci baju, mereka pergi ke Sungai Kapuas. Dan untuk buang air kecil/besar, mereka menumpang di rumah sebelah yang notabenenya adalah rumah Bibi dari Bu Istiana.
Dinding bangunan rumah terbuat dari tembok yang didapatkan dari Bedah Rumah oleh Kelurahan setempat, tetapi tidak ada kelanjutan setelah itu. Lantai rumahnya juga terbuat dari kayu yang dilapisi oleh karpet plastik, dan dari depan kamar hingga belakang lantainya basah. Atap rumahnya hanya terbuat dari seng yang sudah bolong dan bocor jika terkena hujan. Terkait penerangan atau listrik, mereka menggunakan daya 450 Watt. Beberapa barang elektronik yang dimiliki oleh mereka, yaitu hanya dua buah Hp yang digunakan oleh Istiana dan Suaminya dan 1 buah Kipas Angin kecil. Untuk pergi ke tempat kerja, berobat, dan lainnya Bu Istiana menggunakan satu kendaraan motor yaitu merk Mio J tahun 2012.
Mereka sejak dulu sudah mengajukan untuk meminta pemerintah membedah rumah mereka, sempat ditanggapi dengan bantuan menyemen dinding rumah mereka, tetapi hanya dilakukan setengah rumah saja. Sejak itu tidak pernah ada lagi kelanjutan dari Kelurahan setempat. Kemarin saat masa pemilu 2024, mereka diiming-iming bedah rumah oleh suatu partai. Petugas partai tersebut sudah berkali-kali datang kerumah untuk survey dan mengukur. Tetapi, tiba-tiba dibatakan dengan alasan  sudah terlambat.
Di sebelah tempat keluarga Bu Istiana tempati terdapat rumah Bibi dari Bu Istiana sendiri, yang mana tanah dan bangunan rumah tersebut masih menyatu dengan tanah keluarga Bu Novi, untuk bagian depan langsung berhadapan dengan gang kecil dan rumah yang berhimpitan. Untuk akses jalan ke Sungai, sekitar 500 meter berjalan kaki di gang sempit tersebut. Tetapi lingkungan di sekitar Bu istiana cenderung individual dan tertutup, sedangkan lingkungan di dekat Sungai Kapuas terbilang sangat kekeluargaan. Ditambah Bu Istiana sendiri memang gemar didalam rumah mengurus anaknya. Hal ini yang menyebabkan keluarga Bu Istiana sangat jarang bersosialisasi. Kecuali adik-adiknya, yang masih gemar bermain ke tepian Sungai Kapuas.
Harapan dari Bu Istiana adalah mendapat bantuan bedah rumah yang tidak hanya sekedar harapan saja. Karena kondisi rumah yang sangat tidak sehat ini anaknya sering mengeluh gatal di badannya. Sedangkan pendapatannya hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sehingga tidak bisa menabung untuk memperbaiki rumahnya.