Tahun 2022 akan segera berakhir dan akan berganti dengan tahun selanjutnya. Bergantian tahun banyak dibuka dengan mereview dan resolusi tahun selanjutnya. Tentunya di sepanjang tahun 2022 telah banyak hal yang terjadi dalam kehidupannya, dan seorang individu memberikan evaluasi diri serta tujuan-tujuan dan target kehidupan kedepannya.
Begitupun bumi, juga telah terjadi banyak hal sepanjang tahun 2022, namun apakah bumi bisa membuat resolusinya sendiri tahun 2023? Mungkin ini adalah pertanyaan yang aneh karena bumi tentu saja bukan manusia seperti anda yang sedang membaca artikel ini. Akan tetapi bumi merupakan rumah bagi manusia dan makhluk lainnya yang memberikan tempat perlindungan serta mencukupi dan menyokong kehidupan. Lalu, apakah bumi itu penting atau tidak dalam resolusi tahun 2023?
Apa yang telah terjadi di lingkungan sepanjang tahun 2022?
Tahun 2022 November lalu, para negosiator muncul dari Konferensi tingkat tinggi iklim COP27 Â dengan kesepakatan untuk membentuk aliran pendanaan baru yang disebut "loss and damage" yang merupakan penghitungan kerusakan iklim ketika semua hal lain telah gagal. Komunitas di garis dean darurat iklim .
Sepanjang tahun 2022, setidaknya ada 13 isu besar terhadap lingkungan, diantaranya yaitu sebagai berikut
Pertama, pemanasan dari bahan bakar fossil.
Tingkat karbondioksida terakhir kali planet kita adalah lebih dari 4 juta tahun lalu. Peningkatan emisi gas rumah kaca telah menyebabkan peningkatan suhu global yang cepat dan stabil, yang kemudian menyebabkan peristiwa bencana alam di seluruh dunia. Gelombang panas di Antartika membuat suhu naik diatas 20 derajat untuk pertama kalinya.Â
Para ilmuan telah memperingatkan bahwa planet bumi telah melewati serangkaian titik kritis yang dapat menimbulkan konsekwensi bencana seperti mencairnya es di kutub, mempercepat kepunahan massal. Krisis Iklim menyebabkan bencana alam lebih sering terjadi. Meskipun semua emisi gas rumah kaca segera dihentikan, suhu global akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang jika kita tidak berinvestasi pada sumber energi terbarukan.
Kedua
Pemerintahan yang buruk. Menurut ekonom Nicholas Stern, krisis iklim adalah akibat dari berbagai kegagalan pasar. Untuk mengurangi emisi tidak hanya diperlukan dana, akan tetapi juga memerlukan kebijakan lain yang dapat mengatasi setiap kegagalan pasar. Struktur pajak (karbon) saat ini tidak selaras dengan profil polusi sumber energi. Selanjutnya organisasi seperti PBB dinilai tidak cocok untuk perubahan iklim,karena ia dibentuk untuk mencegah perang dunia lain, anggota PBB tidak diberi mandat untuk mematuhi setiap saran dan rekomendasi yang dibuat organisasi, misalnya perjanjian Paris yang tidak berjalan dengan baik.
Ketiga, sampah makanan. Sebanyak 1.3 miliar ton konsumsi makanan manusia di dunia telah terbuang. Ini cukup memberi makan 3 miliar orang. Pemborosan dan kerugian ini menyumbang sepertiga dari emisi gas rumah kaca setiap tahunnya. Di negara maju 40% limbah makanan terjadi di tingkat pengecer dan konsumen. Sementara itu di negara berkembang 40% limbah makanan terjadi ditingkat pasca panen dan pengolahan.