Dunia perselingkuhan begitu menarik dan membius bagi banyak orang. Siapa pun ia, apapun jabatan dan profesinya tetap saja berpotensi terperangkap dalam dunia tersebut. Mau miskin atau kaya, tua atau muda, laki atau perempuan, publik figur atau orang biasa, pejabat atau ulama kondang tak ada jaminan baginya terhindar dari dunia perselingkuhan yang dikatakan banyak orang, “Selingan Indah Keluarga Utuh”. Namun ternyata dalam dunia realitas selingkuh itu “Selingan tak Indah, Keluarga Runtuh!” Sebagaimana yang dialami sejumlah publik figur negeri yang bisa berasal dari kalangan intertain, pejabat, anggota dewan atau pengusaha terkenal.
Saya merasa perlu mengangkat tema ini sebagai pengingat bagi kita semua, khususnya diri saya pribadi, agar kita memiliki ‘perisai’ yang kuat menghadapi serbuan 'panah beracun' yang dilepaskan oleh iblis, yang terkadang tanpa kita sadari telah melukai dan mencedarai kita. Dan kita tersadar saat segalanya telah terlambat, saat nasi telah jadi bubur; keluarga benar-benar runtuh, kehormatan diri hancur bukan hanya di hadapan keluarga dan masyarakat, tapi juga di hadapan Allah Azza wa Jalla.
Perselingkuhan yang saya maksud disini adalah hubungan terlarang dalam perspektif agama, mulai dari sekedar makan, ngobrol atau jalan berdua hingga terjadinya hubungan badan atau perzinahan yang dilakukan oleh suami atau istri dengan pasangan selingkuhannya. Ini tentu berbeda bila pelakunya seorang perjaka atau gadis yang tidak kita sebut berselingkuh, tetapi berzinah. Hanya saja, kita terbiasa membungkus sebuah kemaksiatan atau kejahatan dengan bahasa yang sedikit lebih halus. Misalnya, kata 'berzinah' yang diperhalus menjadi 'berselingkuh'. Pelacur yang disebut sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
Begitu sangat familiarnya kata selingkuh bagi setiap kita, sehingga dunia maksiat itu seakan dipandang lumrah dimasuki siapa pun. Bahkan bukan tidak mungkin, pelakunya menjadikan dunia itu sebagai kebutuhan dimana hidupnya terasa hambar tanpa terlibat di dalamnya. Walau ia sudah memiliki istri atau suami dan anak-anak yang mencintainya. Tapi begitulah, bila nafsu sudah menjerat dan iblis seakan tanpa susah payah menjadikannya sasaran tembak untuk menjerumuskannya dalam kubang dosa. Itulah saat dimana iblis sukses menjadikan kemaksiatan sebagai sesuatu yang indah pada pandangan mata manusia.
Simaklah statemen iblis takkala perseteruan antara dirinya dengan Nabi Adam as. bermula, “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik perbuatan ma'siat di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. al-Hijr: 39)Tekad iblis itu terbukti menuai hasil. Bahkan manusia terkadang sampai pada taraf dimana kemaksiatan dan dosa menjadi prilaku yang lekat dalam kehidupannya sehari-hari. Tak ada lagi jerit nurani yang dapat menghelanya untuk menjauhkan diri dari perbuatan keji itu. Salah satu postingan seorang rekan Kompasiana menuliskan cerita (dialog) menarik berupa keluhan iblis kepada Tuhan karena selama ini mereka seakan tidak mendapatkan tantangan berarti dalam menggoda manusia. Karena ternyata manusia itu sendiri tanpa dirayu pun sudah larut dalam kemaksiatan.
Ada banyak faktor penyebab yang dapat menyeret kita ke dalam dunia perselingkuhan; factor keluarga, lingkungan kerja, media informasi, dan yang turut menentukan adalah rendahnya pengetahuan agama serta iman yang keropos. Apalagi bila seseorang sudah kehilangan rasa malu yang menjadi salah satu bukti iman kepada Tuhannya, maka itulah saat dimana ia akan melakukan apa saja sesusai keinginan hawa nafsunya menjadikannya tuhan dalam dirinya. Karena itu Rasulullah saw. bersabda, “Malu itu bagian dari iman”. (HR. Bukhari dan Muslim)Dan sabdanya pula, “Bila engkau tak punya malu, maka lakukan saja apa yang engkau inginkan.” (HR. Bukhari)Dan ketika manusia menanggalkan rasa malu dari dalam dirinya, maka itu berarti bahwa Allah Ta’ala pun telah mencabut iman di hatinya.
Dunia yang tampak semakin kecil, berbagai informasi dengan mudah diperoleh dan hubungan sosial yang dapat dibangun dengan siapa pun dan dimana pun melalui dunia maya; facebook dan semacamnya, serta lingkungan kerja yang terkadang memberi peluang untuk itu, adalah bagian dari variabel pendukung terciptanya perselingkuhan. Karena itu, jauh sebelum semua itu terjadi, kita diingatkan oleh Allah Ta’ala melalui firman-Nya, “Janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan jalan yang paling buruk"(QS. Al-Israa':32)
Kita terlebih dahulu diwanti-wanti dengan kalimat, “Jangan dekati zina”, yang maksudnya adalah, bahwa perilaku apa pun yang dapat menjurus ke arah terjadinya perzinahan sesegera mungkin ditutup. Jangan buka celah sedikit pun bagi iblis melancarkan anak panah berikutnya. Jaga hati, jaga mata dan jaga pikiran adalah langkah-langkah awal yang harus dilakukan. Sebagaimana pameo yang kerap kita dengar bahwa segalanya bermula dari mata, lalu turun kehati, dan pikiran kita pun hanyut terbawa arus nafsu. Maka perlu adanya penangkal pada setiap tahapan ini; tatapan mata yang kadang tak terkendali seharusnya ditangkal oleh iman dalam hati agar pandangan mata segera ditundukkan. Keinginan untuk memperturutkan hawa nafsu segera dihentikan dengan rasa malu kepada Allah Ta’ala dan juga kepada manusia. Maka Rasulullah saw. bersabda, “Dosa adalah sesuatu yang terbetik dalam hati dan engkau tidak suka bila orang lain mengetahuinya”. (HR. Muslim)
Memperturutkan hawa nafsu saat dalam kesendirian mungkin lebih mudah dilakukan ketimbang berada di tengah orang banyak. Kecuali bila orang-orang tersebut bersepakat melakukannya secara berjama’ah. Lihatlah kisah sejumlah orang yang terlibat dalam perselingkuhan berawal dari dunia maya; FB, chatting, via email, atau via SMS dan sebagainya, yang semua itu ia lakukan tanpa sepengetahuan orang lain; suami, istri, anak-anak atau keluarga. Bahkan beragam tipu muslihat dirangkai agar orang-orang dekat tidak mengetahuinya. Bila berhasil, maka langkah selanjutnya adalah kopdar, dan akhirnya terjadilah yang tidak seharusnya terjadi. Niat awalnya mungkin sekedar ngobrol, akhirnya curhat, simpati, jatuh hati, walau kadang akhirnya patah hati.
Selain berusaha menjaga hati, maka juga tetap perlu‘jaga jarak aman’yang menurut saya tidak hanya berlaku bagi kendaraan yang berada pada jalur yang sama agar tidak terjadi tabrakan saat rem mendadak. Tapi setiap kita khusunya yang berinteraksi secara aktif dengan lawan jenis dimana pun tetap perlu menjaga jarak aman itu sebelum terjadi ‘tabrakan’ yang tidak diharapkan. Pada awalnya terkadang tak ada niat sedikit pun. Tetapi takkala ada kesempatan bahkan dalam kesempitan kejahatan dan kemaksiatan itu bisa terjadi. Disinilah kelihaian iblis membisikkan kalimat-kalimat halus dalam hati kita. Sebagaimana firman-Nya, "Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia."(QS. an Naas: 4)
Bila pun ada yang keukeuh bahwa selingkuh itu indah dan nikmat sebagaimana yang mungkin dirasakan oleh para pelakunya, maka ketahuilah bahwa kenikmatan itu sangat semu, sangat sementara dan pada akhirnya akan berakhir. Tapi akibat dan mudharatnya jauh lebih besar; keluarga hancur, kehormatan diri runtuh tidak hanya dihadapan Allah Azza wa Jalla. tapi juga di hadapan manusia. Wal 'iyadzu billah. Terlebih lagi bahwa semua itu kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Semoga Allah Ta'ala senantiasa melindungi kita dari dunia kemaksiatan ini!
Maka, hati-hati dengan perselingkuhan, kawan!
Utan Kayu, 30 September 2009
Syarif Ridwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H