Mohon tunggu...
syarif ridwan
syarif ridwan Mohon Tunggu... Guru - Lahir di Kab. Maros, Sulawesi Selatan, tahun 1969. Usai menamatkan pendidikan di PonPes Darul Arqam Gombara, Makassar pada 1988. Menetap di Jakarta sejak tahun 88 hingga 2013. Kini menetap di Kab. Serang setelah tinggal di Kab. Tangerang hingga 2013.

Lahir di Makassar 1969. Pest. Darul Arqam 88, LIPIA 93. Kini menetap di Kab. Serang, setelah tinggal beberapa tahun lamanya di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Quo Vadis Televisi Indonesia!

10 September 2009   19:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:44 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan berbagai tayangan acara di sejumlah stasiun TV hanya akan membuat hati kita miris dan pilu. Bagaimana tidak! Makhluk mungil bernama televisi itu telah menjadi sahabat setia anak-anak dan keluarga kita. Menemaninya sejak mereka bangun tidur hingga tidur kembali. Berbagai jenis acara di banyak saluran TV dengan mudah ditonton oleh mereka, dan tanpa sadar kita telah menyerahkan sebagian cara didik anak-anak dan keluarga kita kepada televisi. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu tujuan sebuah program acara di TV adalah menghibur para pemirsa. Namun sangat disayangkan bila hiburan tersebut tidak disertai unsur mendidik dan mendatangkan kebaikan. Yang ada malah memperkenalkan budaya meterialistis, mempertontonkan perilaku buruk, mengundang birahi dan semacamnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa tayangan acara di TV justru menjadi salah satu penyumbang terjadinya berbagai tindak kriminal di tengah masyarakat.

Banyaknya stasiun televisi di tanah air tidak serta merta kian memperbanyak mata acara yang mendidik dan sarat edukasi sebagai alternative pilihan. Sebagaimana Rumah Produksi (PH) ternyata tidak banyak yang mengemban misi edukasi dan penanaman nilai-nilai moral dan agama dalam diri anak bangsa. Yang lebih dikedepankan adalah keuntungan semata. Tanpa peduli apakah program yang dihasilkan membawa dampak negative atau positif, baik atau buruk. Yang penting untung besar melalui iklan. Realitas ini membuat kita sepakat untuk mengatakan bahwa TV kita saat ini lebih banyak membawa dampak buruk daripada yang baik. Acap kita dengar sejumlah kasus kekerasan dan kejahatan seksual terjadi karena pelakunya belajar dan terpengaruh pada sebuah tayangan di televisi. Dan lebih tragis lagi karena pelakunya terkadang anak dibawah umur. Salah seorang pakar pendidikan tanah air Prof. Arief Rachman, menyatakan bahwa kekerasan yang yang ditayangkan televisi sangat efektif merangsang naluri manusia yang paling rendah yang menyamai insting binatang, salah satunya adalah insting membunuh (Koran Tempo, 29 November 2006)

Bahkan aktor kawakan, Slamet Raharjo melihat begitu banyak produk sinetron atau film remaja yang membodohi masyarakat, dan ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung. Harus ada yang bertanggung jawab, dan pihak yang seharusnya bertanggung jawab ialah Presiden dan kalangan intelektual. DIa berkata, "Terlalu banyak catatan yang bernilai negatif terhadap dampak yang diberikan oleh sinetron remaja Indonesia pada saat ini, terlebih pada perkembangan anak-anak dan remaja Indonesia".


Berikut ini adalah dampak negatif televisi selain yang telah disebutkan diatas:

• Berpengaruh terhadap perkembangan otak anak. khususnya yang sedang dalam proses pertumbuhan.

• Mendorong anak menjadi konsumtif.

• Berpengaruh terhadap Sikap.

• Mengurangi semangat belajar.

• Membentuk pola pikir sederhana.

• Mengurangi kemampuan konsentrasi.

• Mengurangi kreativitas.

• Meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan)

• Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga.

• Matang secara seksual lebih cepat.

Apalagi di bulan Ramadhan ini bermunculan acara-acara televise yang sangat jauh dari kesan edukatif dan sejalan dengan spirit Ramadhan. Bahkan yang marak adalah tayangan yang dinilai penuh adegan seronok dan caci maki. Apakah saat menjelang buka puasa atau ketika kaum Muslimin sedang makan sahur. MUI secara tegas telah mengkritik beberapa program televisi yang tidak sesuai spirit bulan suci ini. Khususnya acara komedi yang lebih mengedepankan unsur humor dan disajikan dengan kata-kata kasar, kotor dan seronok. Belum lagi berbagai acara mistik, kuis dengan unsur judi, ramalan dan sebagainya.

Lalu siapakah yang harus bertanggung jawab atas berbagai program televise tersebut? Penanggung jawab utama tentu saja adalah:

Pertama: pemerintah, atau dalam hal ini adalah KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang bertugas menangani berbagai macam urusan yang berhubungan dengan penyiaran. Dalam hal ini KPI harus menegur para pengelola stasiun televise yang dianggap bermasalah, dan kalau perlu dibreidel.

Kedua: para pemilik dan pengelola industri televise agar tidak hanya mengedepankan unsur keuntungan semata, tetapi mohon diperhatikan moral generasi bangsa ini yang rusak karena tayangan yang merusak.

Ketiga: pemilik Rumah Produksi, agar dapat membuat acara yang bermutu atau sinetron berkualitas yang tetap mengedepankan moralitas bangsa.

Keempat: para artis, aktor dan entertain agar bertanggung jawab secara moral terhadap apa yang mereka sajikan dilayar kaca yang ditonton jutaan pasang mata, dengan tidak mempertontonkan adegan seronok atau kata-kata kasar, caci maki dan sebagainya yang kesemua itu dapat ditiru oleh mereka yang menyaksikannya.

Kelima: seluruh yang terlibat dalam merancang dan membuat sebuah acara di televisi supaya tidak mengorbankan moral bangsa ini karena alasan perut dan materi.

Walau bagaimana pun televisi tetap sebagai media informasi, pengetahuan dan hiburan  yang masih dibutuhkan masyarakat. Namun dihadapan realitas ini kita harus selektif memiliki program acara yang layak tonton bagi anak-anak dan keluarga. Mengingat bahwa dampak buruk dan negativ kotak kecil bernama televisi ini jauh lebih besar ketimbang aspek positifnya. Entah kapan kita kita dapat menyaksikan tayangan televisi yang benar-benar sehat dan menyehatkan moral bangsa ini, sarat edukasi, menghibur tapi juga penuh tanggung jawab.

Quo Vadis Televisi Indonesia!

Bacaan: 1 dan 2

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun