Saya tergelitik juga membaca tulisan Kang Pepih Nugraha yang dia buat secara bersambung hingga postingan paling anyar, "Jangan-jangan kita butuh Malaysia" (Dikitik-kitik Malaysia,part 4), menanggapi serunya perdebatan yang ada pada setiap tulisan dan komentar terkait dengan negeri Jiran ini. Perdebatan yang terkadang disertai sumpah serapah, hujatan dan makian terhadap Negara tetangga kita, Malaysia. Walau kata-kata tersebut, sebagaimana kata penulisnya, takkan melukai apalagi membuat lawan jatuh terkapar. Yang muncul hanya perasaan jengkel alias mangkel bin kesel!
Tapi menurut saya, penggunaan kata 'dikitik-kitik' Malaysia itu kurang tepat. Kalau dikitik-kitik kawan, mungkin takkan membuat kira marah karena bisa saja dia bercanda. Apalagi memang tidak menyakiti dan melukai secara fisik. Kalau kesel, mungkin ya. Karena itu menurut saya, kalimat yang cocok sebagai padanan analogi dari apa yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia dengan menggunakan jenis pukulan dalam olahraga tinju.
1-Hilangnya pulau Sipadan-Ligitan adalah sebuah uppercut Malaysia, yaitu pukulan pendek yang dilontarkan lawan dari bawah-keatas yang sasarannya adalah perut, ulu hati dan dagu sebagai bagian paling rawan dan paling diincar oleh lawan. Bila pukulan ini mengenai sasaran dengan tepat, bisa dipastikan lawan jatuh tersungkur, KO, walau pukulannya mungkin tidak sedahsyat si Leher Beton, Mike Tyson. Inilah pukulan paling telak yang dilancarkan Malaysia hingga mereka mampu menang, merebut Sipadan-Ligitan di meja perundingan. Beberapa kasus yang bisa dimasukkan dalam kategori pukulan uppercut yang dilancarkan Malaysia, antara lain adalah, penganiayaan para TKI, atauketika menjiplak lagu Indonesia, Terang Bulan Terang Dikali sebagai lagu kebangsaan yang diklaim sebagai lagu rakyat Melayu.
2-Adapun klaim-klaim kepemilikan terhadap sejumlah kekayaan budaya dan seni milik Indonesia yang sampai saat ini mereka lakukan, saya analogikan seperti pukulan Longhook atau swing, atau pukulan yang dilontarkan dari jarak jauh yang biasanya untuk mengganggu konsentrasi lawan, dan sasarannya adalah kepala. Pukulan inilah yang paling sering dilontarkan oleh Malaysia. Setelah melancarkan longhook, mereka punya kesempatan untuk mundur mengatur strategi, dan maju kembali melontarkan pukulan lain yang lebih variatif ketika lawannya tampak lengah.
3-Adapun pelecehan terhadap lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya, saya analogikan seperti pukulan stright yang sasarannya adalah kepala. Bila pertahanan tidak kuat, maka pukulan ini juga bisa menjatuhkan lawan.
Lalu bagaimana dengan Indonesia, pukulan apa saja yang telah dilontarkan? Dalam hal ini saya belum melihat Indonesia melancarkan pukulan bertenaga. Memang sesekali ada pukulan uppercut atau longhook yang dilontarkan penuh tenaga disertai semangat dan terkadang amarah meluap-luap karena sudah beberapa kali kena pukul. Namun ternyata Malaysia keburu mundur, mengelak dan menghindar sehingga berbagai pukulan itu hanya menerpa angin. Bahkan sambil mundur masih sempat-sempatnya menari-nari bikin panas hati. Seperti yang kerap dilakukan oleh Nassem Hamed terhadap lawan-lawannya.
Indonesia hingga saat ini hanya menampilan gaya defensif dengan double cover tetap menutupi kepala agar tidak kena pukul. Namun lama-kelamaan pertahanan kendor dan lemah sehingga dimanfaatkan oleh Malaysia untuk melancarkan pukulannya, syukur-syukur masuk dan dapat point, kalau tidak, yah ngga apa-apa juga.
Saya kira analogi di atas ring tinju lebih cocok disepadankan dengan apa yang telah dilakukan Malaysia terhadap Indonesia selama ini. Sejumlah pukulan telah dilontarkan yang tidak hanya bikin hati kian dongkol, tapi wajah membiru, hidung dan pelipis berdarah-darah, dan sekujur tubuh jadi meriang. Jadi menurut saya, memang tidak sekedar dikitik-kitik Malaysia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H