"Bagaimana cara memisahkan gajah yang besar dan gajah yang kecil," begitu teka-teki berbalut humor yang pernah ditanyakan kepada saya sewaktu kecil. Tentu pikiran saya yang linear hanya berpikir untuk melakukan pemisahan manual, dengan cara mengarahkan gajah besar ke sebuah kandang, dan yang kecil ke kandang yang lain. Ketika saya utarakan, tentu jawaban itu salah.
"Caranya ya disaring, dengan begitu maka gajah yang kecil-kecil akan jatuh dan gajah yang besar akan tertahan di saringan,". Jawaban itu tentu membuat saya terhenyak meskipun banyak orang-orang di sekitar saya tertawa. Terbayang dalam kepala saya besarnya saringan yang dibutuhkan untuk melakukan hal itu. Tetapi itu hanya sebuah joke di waktu kecil.
Kini lelucon itu kembali tergambar di hadapan saya ketika melihat pandemi yang sudah berlangsung dua tahun ini belum menunjukkan tanda-tanda akan menghilang. Wabah Covid-19 itu sudah membuat banyak pelaku usaha terutama yang kecil-kecil terpaksa menutup bisnisnya. Mereka jatuh tanpa bisa bangkit lagi.
Sementara pelaku usaha besar, mereka lebih beruntung. Dengan modal yang jauh lebih besar, mereka bisa mengatur nafas dalam mengarungi krisis kesehatan yang telah menjadi krisis ekonomi ini.
Kondisi yang sama juga terlihat di sektor keuangan. Masyarakat sudah bisa melihat beberapa perusahaan harus gulung tikar, sementara banyak yang masih berjuang untuk sembuh dari pukulan krisis yang membuat mereka babak belur.
Kalau boleh mengibaratkan, keadaan perekonomian saat ini adalah masa-masa ketika seleksi alam sedang memainkan perannya. Proses itu adalah saringan besar yang memisahkan mereka yang "kecil dan tidak berdaya", dengan "yang besar dan bermodal cukup".
Nantinya setelah pandemi ini usai, maka akan lahir perusahaan-perusahaan yang lebih kuat. Survival of the fittest. Sementara yang lemah harus pasrah digilas perubahan zaman. Yang tersisa kemudian bisa berevolusi terus seiring perubahan zaman. Yang gugur tentu kemudian menjadi fosil-fosil yang kemudian hari hanya tersedia untuk dipelajari atau sekadar menjadi informasi.
Lebih Beruntung
Akan tetapi, di antara perusahaan besar di sektor perbankan, ada yang mempunyai keberuntungan tambahan karena masih bisa mendapat bantuan pemerintah. Regulator memang sudah menerbitkan aturan relaksasi dan stimulus yang bisa dinikmati oleh semua perusahaan di jasa keuangan. Ini semacam obat kuat yang diberikan gratis kepada seluruh pelaku industri perbankan.
Namun pemerintah juga memberikan bantuan langsung --seperti bantuan suntikan modal, informasi, dan fasilitas lain, kepada beberapa bank yang dianggap too big to fail. Nah, ini semacam obat kuat khusus untuk pihak-pihak tertentu.
Bank-bank yang memiliki risiko sistemik jika mengalami guncangan meski sedikit itu, mendapat bantuan pemerintah yang bisa menghindarkan mereka dari masalah akibat pandemi. Inilah yang pada akhirnya, tidak saja menyelamatkan mereka namun, membuat mereka lebih nyaman untuk melanjutkan kehidupan bisnisnya. Tanpa kekhawatiran yang berlebihan.
Mereka yang sebelumnya sudah kuat, tentu akan lebih kuat dan lebih siap memulai bisnisnya ketika pandemi ini berakhir. Sementara, pesaing-pesaingnya tentu harus mengobati penyakitnya terlebih dahulu sebelum siap untuk berlomba dan bersiap di garis start. Bank-bank yang kuat tentu berkesempatan menjadi front runner dalam persaingan industri, dan wajar kiranya jika mereka kemudian menjadi pemenang.
Namun akan menjadi ironis jika pada ujung-ujungnya bank-bank besar ini--yang dimiliki oleh negara, tetap kalah di tengah lomba, maka sia-sialah uluran tangan pemerintah itu. Tidak hanya itu, pertanyaan lanjutan kemudian akan terbesit, "lalu kemana perginya bantuan pemerintah itu?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H