Mohon tunggu...
Syarif Ipung
Syarif Ipung Mohon Tunggu... Editor - editor

a writing-enthusiast, a happy-father

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jargon dan Mimpi

13 Agustus 2022   23:09 Diperbarui: 13 Agustus 2022   23:18 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaaan dan menjalani kehidupan baru, para pemimpin mengajak kita terbang tinggi lewat mimpi dan jargon-jargon yang membangkitkan semangat rakyat. Strategi ini bisa dipahami. Sebagai negara yang baru lahir, kepercayaan diri untuk membantu bangsa ini berdiri sejajar dihadapan bangsa-bangsa lain, sangat penting. Jargon-jargon memang dimunculkan dengan kesadaran penuh untuk membangun bangsa ini.

Ya, jargon dan mimpi memang kerap menjadi landasan seorang pemimpin untuk menggerakkan rakyat agar bisa menyetujui dan mengusung keinginannya. Tapi sekali lagi keinginan tersebut muncul dari kesadaran untuk membangun bangsa, sesuai kebutuhannya. Dan tentu saja jargon tersebut diteruskan dengan rencana dan usaha yang nyata. Tapi sekali lagi itu semua untuk kepentingan rakyat, bukan semata untu kekuasaannya.

Saat ini, terutama selama nyaris sedekade terakhir, jargo-jargon juga banyak muncul di tengah rakyat. Bahkan banyak jargon yang dtelurkan pemerintah. Tengok saja dengan jargon "Revolusi Mental' yang muncul sejak 2015 lalu, yang hingga kini hasilnya tidak diketahui dan bahkan sudah tidak terdengar lagi.

Dan yang paling menghebohkan akhir-akhir ini adalah rencana pemerintah memindahkan ibu kota ke Pulau Kalimantan. Tidak usah kita bahas mengenai alasan yang mendasarinya yang sudah banyak dipertanyakan publik. Mari kita lihat dari jargon yang diusung.

Pada 2019 lalu ketika keinginan itu mencuat, Presiden Joko Widodo mengeluarkan jargin bahwa ibu kota baru ini akan menjadi hadiah Indonesia untuk dunia. "Ibu kota negara baru ini adalah hadiahnya Indonesia untuk dunia. Mimpinya memang harus tinggi," kata Presiden November 2019 seperti dikutip Kompas.com. Bahkan, keinginan untuk memindahkan ibu kota ini ditujukan untuk mengalahkan Dubai, sebagai ibu kota terbaik dunia, dan kota paling bahagia di seantero jagad.

Sejatinya tidak masalah dengan mimpi untuk memindahkan ibu kota dan menjadikannya sebagai kota yang paling 'wah' di dunia ini. Yang menjadi masalah adalah waktu yang dipilih. Ketika ekonomi rakyat masih terpuruk karena wabah dan membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menolong mereka menjalani krisis kesehatan ini, rasanya tidak pas kalau yang diprioritaskan adalah hal lainnya.

Jika kemudian pemerintah mengatakan akan mengundang investor asing untuk mewujudkan itu, dengan kata lain tidak pakai anggaran negara, apakah ada jaminan tidak ada timbal balik yang bakal. Dan jika memang cara ini yang diambil, sama saja pemerintah saat ini menaruh kedaulatan bangsa di tengah meja taruhan.

Namun begitu jika kita pikirkan secara tenang muncul pertanyaan, apakah memang ada situasi emergency yang memaksa pemerintah harus memindahkan ibu kota Negara? Saya kira ini mudah dijawab. Tetapi jika pun ada kondisi memaksa, maka pemulihan ekonomi pasca krisis pandemi tentu lebih darurat, ketimbang apapun saat ini.

Pertanyaan berikutnya adalah jika memang memiliki mimpi untuk memberi hadiah kepada dunia, bukanlah sepantasnya rakyat Indonesia mendapat hadiah berupa kesejahteraan dan kelayakan hidup, terlebih dahulu? Sebabnya hingga saat ini Indonesia masih terbelit masalah ketimpangan ekonomi, tingkat putus sekolah yang masih tinggi, dan angka korupsi yang masih menyedihkan. Apalagi pandemi masih mengancam dan bisa memerosokkan ekonomi RI.

Sebagian pengamat kemudian menyimpulkan, inilah ciri khas pemerintahan sekarang. Banyak proyek-proyek yang dimunculkan tidak berdasarkan perencanaan yang matang. Salah satu contoh selain megaproyek ibu kota Negara baru ini adalah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Jalan Tol Trans Sumatra.

Tetapi tampaknya pemerintah tetap keukeuh pada keinginannya. Nah, kita sebagai rakyat mungkin cuma bisa mengelus dada atau minimal bisa memahami dua hal. Di dunia ini ada mimpi yang memang berasal dari visi seorang pemimpin, ada pula mimpi yang muncul tiba-tiba atau hanya didasarkan oleh keinginan si pemimpin. Dan rakyat harus meng-entertain keinginan tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun