Penanganan kasus tewasnya enam anggota FPI memasuki babak baru. Enam orang anggota FPI yang tewas ditetapkan sebagai tersangka penyerangan kepada petugas.Â
Konsekuensi penetapan status ini adalah tidak ada proses hukum bagi para petugas karena dengan ditetapkannya status tersebut dipandang cukup adanya alasan pembenar atas tindakan yang mereka lakukan, sehingga tidak bersifat melawan hukum, alias legal. Selain itu, dengan fakta bahwa semua tersangka telah tewas, maka kasus tidak bisa diteruskan, dan ujungnya adalah kasus di tutup.
Komnas HAM telah merekomendasikan, bahwa ada saling serang antara laskar FPI dengan petugas. Namun tidak jelas, bentuk serangan seperti apa, siapa yang mulai, dan seterusnya. Sehingga sulit dianalisis berkaitan dengan alasan pembenaran/nodweer (pembelaan terpaksa) (Pasal 48 KUHP).Â
Pembelaan terpaksa harus memenuhi syarat: ada serangan. Ada keseimbangan dengan pembelaan. Ada proporsional. Berikutnya, pembelaan adalah upaya terakhir. Ini semua harus dibuktikan.
Penetapan tersangka pada arwah janggal. Mestinya tersangka wajib harus hidup. Karena syaratnya harus ada hearing, mendengarkan dan melakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka/terduga sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Ini benar-benar aneh.
Secara prinsip jelas, subjek hukum adalah orang perseorangan dan badan hukum. Disebut orang adalah jika masih ada nyawanya. Jika nyawanya sudah hilang (mati) tidak bisa disebut orang lagi, tetapi jenazah. Jadi jelas, jenazah tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka.
Pertanyaannya, mengapa peristiwa di atas bisa terjadi? Ada dua kemungkinan, karena lalai atau atau karena salah strategi. Pertama, kelalaian. Bisa jadi aparat penegak hukum lalai. Tidak cermat melakukan analisis hukum dan norma yang mengatur.Â
Jika ini yang terjadi, maka patut disayangkan. Karena mereka pada penyidik Bareskrim Polri yang dipandang sebagai penyidik paling professional di negeri ini.Â
Jika mereka saja lalai atau ceroboh, maka kita patut hawatir pada penegakan hukum di masa yang akan datang, dan juga patut bertanya, jika kualitas penegak hukum di pusat demikian, bagaimana kualitas yang ada di daerah? Kita memiliki pekerjaan rumah yang tidak sederhana.
Kedua, salah strategi. Kemungkinan ini jauh lebih menghawatirkan. Artinya perbuatan penetapan tersangka pada enam anggota FPI yang telah tewas, telah diperhitungkan.Â
Namun kurang cermat dalam menyusun strateginya karena mereka lupa, bahwa hukum itu memiliki logika yang khas. Ia tidak bisa dicampur dengan perhitungan politik. Sehingga dengan mudah, penetapan ini menjadi perbincangan di dunia hukum karena "keanehannya".Â