Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jadikan Mayat sebagai Tersangka: Antara Kelalaian atau Salah Strategi

6 Maret 2021   16:12 Diperbarui: 6 Maret 2021   16:26 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penanganan kasus tewasnya enam anggota FPI memasuki babak baru. Enam orang anggota FPI yang tewas ditetapkan sebagai tersangka penyerangan kepada petugas. 

Konsekuensi penetapan status ini adalah tidak ada proses hukum bagi para petugas karena dengan ditetapkannya status tersebut dipandang cukup adanya alasan pembenar atas tindakan yang mereka lakukan, sehingga tidak bersifat melawan hukum, alias legal. Selain itu, dengan fakta bahwa semua tersangka telah tewas, maka kasus tidak bisa diteruskan, dan ujungnya adalah kasus di tutup.

Komnas HAM telah merekomendasikan, bahwa ada saling serang antara laskar FPI dengan petugas. Namun tidak jelas, bentuk serangan seperti apa, siapa yang mulai, dan seterusnya. Sehingga sulit dianalisis berkaitan dengan alasan pembenaran/nodweer (pembelaan terpaksa) (Pasal 48 KUHP). 

Pembelaan terpaksa harus memenuhi syarat: ada serangan. Ada keseimbangan dengan pembelaan. Ada proporsional. Berikutnya, pembelaan adalah upaya terakhir. Ini semua harus dibuktikan.

Penetapan tersangka pada arwah janggal. Mestinya tersangka wajib harus hidup. Karena syaratnya harus ada hearing, mendengarkan dan melakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka/terduga sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Ini benar-benar aneh.

Secara prinsip jelas, subjek hukum adalah orang perseorangan dan badan hukum. Disebut orang adalah jika masih ada nyawanya. Jika nyawanya sudah hilang (mati) tidak bisa disebut orang lagi, tetapi jenazah. Jadi jelas, jenazah tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka.

Pertanyaannya, mengapa peristiwa di atas bisa terjadi? Ada dua kemungkinan, karena lalai atau atau karena salah strategi. Pertama, kelalaian. Bisa jadi aparat penegak hukum lalai. Tidak cermat melakukan analisis hukum dan norma yang mengatur. 

Jika ini yang terjadi, maka patut disayangkan. Karena mereka pada penyidik Bareskrim Polri yang dipandang sebagai penyidik paling professional di negeri ini. 

Jika mereka saja lalai atau ceroboh, maka kita patut hawatir pada penegakan hukum di masa yang akan datang, dan juga patut bertanya, jika kualitas penegak hukum di pusat demikian, bagaimana kualitas yang ada di daerah? Kita memiliki pekerjaan rumah yang tidak sederhana.

Kedua, salah strategi. Kemungkinan ini jauh lebih menghawatirkan. Artinya perbuatan penetapan tersangka pada enam anggota FPI yang telah tewas, telah diperhitungkan. 

Namun kurang cermat dalam menyusun strateginya karena mereka lupa, bahwa hukum itu memiliki logika yang khas. Ia tidak bisa dicampur dengan perhitungan politik. Sehingga dengan mudah, penetapan ini menjadi perbincangan di dunia hukum karena "keanehannya". 

Jelas jika ini yang terjadi, maka ini bukan logika hukum, melainkan logika politik. Mengapa demikian, jika ini merupakan strtagi yang gagal, maka jelas mereka ingin menyelamatkan aparat penegak hukum, dan ingin menyampaikan bahwa yang salah adalah laskar FPI yang tewas bukan aparat. 

Mestinya, jika menggunakan logika hukum "lurus", penyelidikan lanjut dilakukan kepada para aparat yang diduga menjadi pelaku pembuhunhan illegal, dan jika ingin membebaskan cukup dibuktikan bahwa ada serangan, sehingga apa yang dilakukan mereka adalah pembelaan. Tanpa harus menetapkan enam arwah anggota FPI yang jelas cacat logika hukum.

Jika kemungkinkan kedua yang terjadi, tentu kita patut lebih khawatir. Karena kita ternyata memiliki aparat penegak hukum yang cacat moral bahkan "jahat" karena dengan sadar ingin merekayasa asumsi tentang "kebenaran". 

Penegakan hukum merupakan kewenangan yang luar biasa, jika dipegang oleh subjek-subjek yang cacat moral, maka sebenarnya kita sedang dalam bahaya yang luar biasa.

Syarif_Enha@Tegalsari, 6 Maret 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun