Aku tiba-tiba jatuh cinta. Anggun nama perempuan itu. Dewasa, mungkin kelewat dewasa jika ditilik dari umurnya yang sudah hampir kepala tiga. Namun aku melihatnya begitu energik dan umur yang sudah menumpuk tak sedikutpun membuat satu kerut usang pada wajahnya yang apa adanya.Â
Ya, mungkin itulah yang menyebabkan aku jatuh cinta. Anggun begitu apa adanya. Meski yang apa adanya itu, dalam benakku begitu cantik dan anggun, secantik dan seanggun namanya.
Dalam setiap persoalan Anggun selalu memiliki sikap yang jelas. Tidak ragu-ragu dan selalu terbuka. Memendam rasa sungkan baginya adalah sebuah siksaan, seperti memendam dendam yang penuh kehawatiran kapan akan terlampiaskan.Â
Anggun selalu menempatkan diri untuk memilih dan tidak mau didikte. Baginya kehidupan dirinya adalah sepenuhnya tanggungjawabnya, sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk menyetir pendapatnya.Â
Tapi bukan berarti Anggun itu anti kritik. Buktinya, satu gebrakan berhasil Anggun buat setelah sebuah kritik pedas kulontarkan padanya. Anggun berhasil menampilkan isi yang berkualitas dalam kemasan yang begitu sederhana.
Baginya kesederhanaan adalah kata lain untuk kesejatian. Karena jelas tidak ada yang inti terdiri atas banyak. Inti itu harus satu, jelas, dan sederhana. Itu kuncinya.Â
Anggun telah berhasil membuat semua orang tersenyum saat memandang diri mereka sendiri. Terserah mereka akan tersenyum sinis, getir, ironi, atau mungkin benar-benar merasa lucu yang tak dibuat-buat.Â
Anggun begitu mempesona di malam itu. Yaitu di malam ketika Anggun kalah dalam diskusi dan ku pojokkan untuk menemukan, bukan saja memilih. Memilih selalu diliputi kehawatiran, sedang menemukan, biarpu itu keliru dan tak sempurna, sungguh membanggakan. Anggun membuatku tak habis tersenyum melihat dirinya dan melihat diriku sendiri.
"Ada atau tidak ada, semua tergantung pada pikiranmu." Begitulah dia menyimpulkan. Sederhana bukan?
Aku dan Anggun sangat sering bertemu. Bukan aku yang menemuinya, namun Anggun yang selalu hadir, lebih tepatnya aku minta hadir dalam setiap kelelahanku.Â
Dan itu sama sekali tidak mengurangi keperempuanannya di hadapanku. Anggun selalu hadir dengan celana jins yang itu-itu saja, yang kini sudah berwarna pudar, serta kaos warna putih berlengan pendek.Â