Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berebut Makbul

8 Oktober 2020   10:47 Diperbarui: 8 Oktober 2020   10:55 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seseorang kawan yang tidak perlu saya tulis namanya, menceritakan tentang ujiannya ketika sekolah dulu.

Seperti biasa ketika akan mengikuti ujian, dia belajar dengan tekun, dan tidak lupa, sebagai ritual tambahan setiap ujian, dia melakukan shalat tahajud di malam harinya. Berdoa macam-macam. Salah satu doanya yang terucap adalah agar besok pengawas ujiannya dapat diajak kompromi. Esoknya, waktu ujian ada dua orang pengawas. Satu orang yang mengawasi terkantuk-kantuk di depan kelas, sedang yang satunya keluar masuk kelas pergi ke toilet. Dalam hati kawan saya bersorak. "Wah asik, doa saya terkabul." Akhirnya dengan leluasa dia bisa melakukan jurus-jurus pembenar dalam mengisi jawaban setiap pertanyaan.

Usai ujian, seperti biasa dia berkumpul dengan kawan-kawan yang lain dan saling tukar cerita tentang ujian tadi. Karena saking gembiranya, kawan saya tidak terkontrol dan bicara kepada kawannya. "Wah, tidak sia-sia aku tadi malam berdoa dan tahajud, ternyata makbul. Pengawasnya ngantuk dan keluar masuk ruang terus." Mendengar dia berkata begitu, seorang kawannya justru menyanggah, "Kata siapa doamu yang makbul? Mereka begitu kan karena jimat dan mantra-mantraku." Dan dengan satu gerakan, tamannya itu menuju ke pintu kelas yang tadi gunakan untuk ujian. Sedikit berjingkat, diambilnya satu bungkusan kecil berwarna putih, seperti bulatan kecil dibungkus kain mori, seraya bilang, "Yang berkasiat itu jimatku ini!" katanya bangga, dan kawan saya hanya melongo tak mengerti.

Mungkin dalam hatinya bingung, sebenarnya doa siapa yang terkabul. Apakah doanya tadi malam setelah shalat tahajud, atau jampi-jampi temannya yang memperoleh jimat di tempat kramat.

Kabul

Dalam struktur bahasa Indonesia, ketika seorang korban kejahatan atau kecelakaan disebut "tewas". Jika seorang penjahat yang mati ditembak polisi, disebut "mampus". Jika ada ulama yang meninggal dunia, maka disebut "wafat". Begitulah, kita mengenal tingkatan penggunaan bahasa dalam berbicara, sebagaimana bahasa Jawa, yang ada bahasa ngoko, krama, krama alus dan krama inggil. Mungkin karena mayoritas adalah orang Jawa-lah, ada dikenal tingkatan bahasa itu.

Dalam hal kabul ini, seringkali di pakai untuk terpenuhinya doa-doa. Sedangkan untuk terpenuhinya mantra digunakan kata mandi atau manjur. Sebagaimana obat dikenal juga istilah manjur, mujarab, atau tok-cer. Dalam hal ini, mantra, jimat dan sebagainya, berbeda dengan doa. Mantra, jimat dan sebagainya lebih dekat pada pengertian teknologi usaha manusia, sedangkan doa, adalah suatu prerogatif Tuhan untuk mengiyakan atau men-tidak-kan. Barangkali pengertian seperti di atas bukan sebuah kesimpulan yang sepenuhnya benar. Namun pada dasarnya, tidak ada orang yang bisa memaksakan setiap usahanya akan berhasil dan setiap doanya akan terkabul.

Dalam hal hikmah, bahkan seorang yang menempuh jalan ma'rifat tidak semestinya mengharapkan sebuah karomah, yaitu suatu kelebihan yang seringkali dimiliki oleh ahli hikmah. Karena jika tidak berhati-hati, maka jalan salik yang tengah ditempuhnya tidak akan berakhir pada hikmah, melaikan sesat karena pengaruh hawa nafsu. Niat yang tulus dan kepasrahan yang total adalah sebuah sarat yang mutlak bagi seorang salik. Dan Allah sendiri yang akan memutuskan akan memberikan hikmah dalam hal apakah pada dirinya.

Jadi, mestinya bukan pada terkabulnya atau tertolaknya suatu mantra atau doa yang ada dalam fokus pengharpaan kita, tetapi keridloan Allah untuk diri kita semua. Wallahu'alam bisshowab. (Syarif)

*Pernah dipublikasikan dalam Bulletin Mocopat Syafaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun