Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menipu Tertipu

12 September 2020   15:49 Diperbarui: 12 September 2020   15:52 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang kawan saya mengaku memiliki pacar yang berada di luar kota. Selama ini, hubungan itu mereka bangun dengan melalui sms, telepon maupun jejaring maya yang lain. 

Sering kali kawan saya itu merelakan waktunya untuk sekedar mendengar keluh kesah pacarnya, dengan senang hati mau membantu setiap tugas atau pekerjaan kampusnya, bahkan saat pacarnya sakit, kawankulah yang dengan besar hati berkorban melunasi biaya pengobatannya. Sehingga saya melihat bahwa kawan saya itu jelas sangat serius dengan hubungan yang tengah dia bangun saat ini.

Itu adalah sebuah berita gembira bagi saya. Artinya saya pun meski tidak mengenal dan bertemu dengan pacar kawan saya itu, merasa bahwa dirinya adalah seorang wanita yang patut dan pantas untuk diperjuangkan. 

Paling tidak itu saya tahu dari diri kawan saya sendiri yang sangat serius dan fokus dalam melakukan banyak hal yang menjadi tanggungjawabnya. Sehingga saya pun mengambil sebuah kesimpulan bahwa dia tidak mungkin sembarangan untuk memilih seorang yang akan dijadikan pasangan hidupnya.

Namun apa boleh dikata. Kemarin saat saya kembali bertemu dengan kawan saya itu, ternyata dia mengeluh, pacarnya dulu yang telah dia perjuangkan, ternyata telah berkhianat. Pacarnya berpindah ke lain hati. 

Kawan saya merasa telah tertipu. Semua pengorbanan dan kepercayaannya tidak berati apa-apa lagi. Semua sudah berakhir, dan kawan saya tiba-tiba jatuh sakit. Badannya lemas, malas makan dan susah tidur. Bukan karena selalau terpikir dengan pacarnya yang brengsek itu, tetapi dia tengah meratapi kebodohan dirinya sendiri yang tidak mampu membaca diri perempuan secara utuh. Dan dia merasa sudah tertipu mentah-mentah.

Itulah sekelumit kisah cinta gagal kawanku. Tetapi sebenarnya bukan cerita penghianatan cinta itu yang ingin saya sampaikan kepada anda semua, tetapi lebih pada jatuh sakitnya kawan saya yang merasa tertipu.

Siapa Tertipu_Siapa Menipu

Jadi, kawan saya yang jatuh sakit itu sebenarnya bukan karena kenyataan bahwa pacarnya berkhianat, tetapi karena kebodohannya yang tidak bisa membaca gelagat dan kemungkinan pacarnya akan melakukan penghianatan. Dia dengan begitu yakin bahwa apa yang tengah dia yakini dulu saat berpacaran, tidak sepenuhnya nyata sama sekali. Ia sakit karena penyesalan.

Dengan kisah kawan saya itu, saya kemudian sadar, bahwa sebenarnya dalam banyak hal saat kita merasa tertipu bukan berarti ada pihak lain yang menipu dalam arti aktif. Karena bisa saja kita tertipu oleh sebuah kenyataan yang tidak dapat kita terjemahkan dengan utuh dan benar. 

Misal yang paling kongkret, saat kita menemukan sebuah batu yang indah bentuknya, kemudian kita mengira bahwa batu itu bertuah, artinya bisa mendatangkan kemaslahatan atau kemadorotan bagi kita, dan ternyata tidak sama sekali. 

Di saat kita merasa tertipu, maka sebenarnya bukan tertipu pada batu itu, dan batu itu tidak sama sekali sudah menipu diri kita, namun sebenarnya kita tengah tertipu oleh kebodohan diri kita sendiri.

Bandingkan ketika kita bertemu dengan seseorang yang benar-benar penipu. Artinya dia berusaha melakukan sesuatu untuk kita yang sebenarnya tidak ingin atau tidak pernah ia lakukan, tetapi karena tipuannya itu kita merasa yakin dia benar-benar ingin dan benar-benar telah melakukan sesuatu untuk kita. Padahal dia tengah berpura-pura dan menipu kita. 

Dalam kondisi ini, barangkali bisa saja kita menyalahkan sang penipu atas ketertipuan kita. Namun jika ternyata si orang yang kita tuduh penipu itu ternyata tidak benar-benar ingin menipu, tetapi kita saja yang ke Ge-Er-an dan salah menilai dirinya, sehingga akhirnya saat kita membuat sebuah kesimpulan menjadi salah, maka sebenarnya kita telah tertipu diri kita sendiri.

Jadi, untuk bisa menentukan siapa yang menipu dan mengapa kita tertipu, mesti ada sebuah mekanisme pembuktian. Kita tidak bisa serta merta melakukan tuduhan pada aktor luar diri kita yang telah secara aktif menipu, sedangkan diri kita sama sekali tidak ikut andil dalam aksi tipu-tipu ini. Karena menurut saya boleh saja setiap orang adalah penipu dan segala sesuatu adalah sebuah tipuan, asal diri kita waspada, tentu kita tidak akan tertipu.

Tuhan saja sudah memperingatkan kepada kita, bahwa dunia seisinya ini hanyalah tipuan dan senda gurau semata. Hanya orang yang waspada dan tidak terlena akan dunialah yang selamat menemukan hakekat. Sehingga saya merasa salut kepada kawan saya yang jatuh sakit itu, bahwa penyesalannya atas kebodohan dirinya adalah sudah sebuah hasil analisa yang sangat tepat, meski sebenarnya tidak perlu sampai sebegitunya. 

Maka segera saya anjurkan padanya untuk segera sadar, bahwa penyesalan itu cukup sebagai modal untuk bisa segera berubah dan bergerak maju kembali tanpa harus terjebak dalam ketertipuan yang sama.

Akhirnya, saya ingin mengajak kepada kita semua, bahwa pertanyaan siapa tertipu dan siapa menipu adalah sudah jelas jawabnya. Kita tidak akan mempersoalkan siapa penipu itu, tetapi yang akan kita masalahkan bisakah kita hidup tanpa tertipu. Karena kuncinya adalah ada pada kemampuan dan kewaspadaan diri kita masing-masing. Sehingga dengan gagah kita bisa mengatakan kepada siapapun atau apapun, "Tipulah aku, tetapi aku tidak akan tertipu!"

Semarang, 13 Juli 2009
*pernah dipublikasikan di Bulletin Mocopat Syafaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun