Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Ala Biasa"

8 September 2020   10:07 Diperbarui: 8 September 2020   10:22 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah kagum pada aktor sirkus yang lincah menari-nari dalam lingkaran api? Mengapa mereka bisa begitu lincah menari tanpa sedikitpun badannya tergores atau tersengat bara?

Jawaban sederhananya adalah karena mereka sudah berlatih berhari-hari, berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun. Karena sering dan disiplinnya berlatih, maka gerakan mereka tampak begitu luwes dan mantap.

Ada banyak sekali pesan yang bisa kita tangkap terkait dengan latihan dan disiplin. Nabi pernah mengatakan bahwa amal yang bersifat borongan tetapi hanya sekali saja dilakukan itu sudah baik, namun amal yang meski sedikit tetapi berkelanjutan, itu lebih baik.

Karena yang sekali itu tidak berbekas. Seorang empu bisa berkata, untuk menghasilkan keris yang indah, harus teliti dan detail di setiap tempaan, sedikit demi sedikit.

Kawan saya pernah membuat pernyataan, "Tuhan itu tidak pernah serta-merta menyesatkan dan menutup hidayah bagi seseorang. Selalu ada proses yang orang tersebut harus lewati".

Dalam sekejap saya tidak bisa langsung meng-iya-kan, karena saya teringat dengan sebuah ayat dimana Tuhan menyatakan hanya Dialah yang memiliki kewenangan menyesatkan atau memberikan hidayah, jadi bisa saja tiba-tiba kasih hidayah, dan atau menjerumuskan orang dalam kegelapan.

Namun, kawan saya juga mengingatkan, bahwa Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia, dalam sebuah ayat lain Beliau menyatakan bahwa siapa yang mau maka silahkan untuk beriman atau ingkar.

"Coba kau temui seorang yang ahli bohong, seorang koruptor, atau seorang penggemar selingkuh, kemudian kau tanyakan, bagaimana rasanya pertama kali melakukan kegemaran aneh itu? Tidakkah hati mereka berontak?

Dua tiga kali mereka melakukan itu, masih akan terasa getaran nurani, tetapi selebihnya jangan berharap. Di situlah peran Tuhan menutup pintu hidayah, dan memfasilitasi jalan  keburukan bagi mereka sehingga merasa nyaman dengan kesesatannya.

Jelas manusia sendiri yang telah memilih jalannya bukan?" panjang lebar dia menjelaskan, dan seperti biasa, saya manggut-manggut saja sambil menarik kesimpulan yang semoga tidak keliru. "Rutinitas itu benar-benar mematikan hati dan nalar."

Kebiasaan akan melahirkan hukum. Sesuatu yang biasa dilakukan terus menerus ketika suatu saat tidak dilakukan akan dipertanyakan, bahkan terasa ada tuntutan dan keharusan. Padahal, bisa saja awalnya kebiasaan itu hanya iseng.

Misal, setelah makan enaknya merokok, ketika tidak ada rokok terasa berbeda dan blingsatan. Ketika berbuka puasa biasanya ada kolak atau es campur, begitu tidak ada, dituduh sebagai acara buka puasa yang gagal. "Berhati-hatilah dengan keisengan yang diulang-ulang." Itu pesan terakhir kawan saya sebelum berpisah, seolah hendak membenarkan kesimpulan saya.

Suatu ketika saya duduk bersama seorang kawan yang kebetulah sedang galau karena masalah keluarga. Dia belum lama ini diberhentikan dari tempat kerja dan harus kembali ke pekerjaan lamanya yaitu mencari kerja lagi.

Sementara dia memiliki seorang istri dan seorang anak kecil yang butuh penghidupan. Saya yang tidak bisa membantu banyak kecuali menemani dalam kegalauannya, tiba-tiba teringat dengan kisah konyol Nasruddin, si Sufi nyentrik dari Turki.

Suatu ketika ada seorang pemuda kaya yang tiba-tiba bangkrut dan jatuh miskin datang kepada Nasruddin. Dia mengadu kesusahan hidupnya dan meminta untuk didoakan.

Dengan ekspresi yang begitu mantap, Nasruddin berkata, "pulang, dan datanglah kembali  tiga bulan lagi". Sebelum beranjak pulang, pemuda itu dengan nada penasaran bertanya, "apakah saya akan kembali menjadi orang kaya?" dengan kalem Nasruddin menjawab, "tidak, tetapi anda akan terbiasa dengan kemiskinan".

"Benarlah kata-kata: ala bisa karena biasa, tetapi ala biasa bisa berbahaya..."

Syarif_Enha@TamanSiswa, Agustus 2012

*pernah dipublikasikan di Bulletin Mocopat Syafaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun