Misal, setelah makan enaknya merokok, ketika tidak ada rokok terasa berbeda dan blingsatan. Ketika berbuka puasa biasanya ada kolak atau es campur, begitu tidak ada, dituduh sebagai acara buka puasa yang gagal. "Berhati-hatilah dengan keisengan yang diulang-ulang." Itu pesan terakhir kawan saya sebelum berpisah, seolah hendak membenarkan kesimpulan saya.
Suatu ketika saya duduk bersama seorang kawan yang kebetulah sedang galau karena masalah keluarga. Dia belum lama ini diberhentikan dari tempat kerja dan harus kembali ke pekerjaan lamanya yaitu mencari kerja lagi.
Sementara dia memiliki seorang istri dan seorang anak kecil yang butuh penghidupan. Saya yang tidak bisa membantu banyak kecuali menemani dalam kegalauannya, tiba-tiba teringat dengan kisah konyol Nasruddin, si Sufi nyentrik dari Turki.
Suatu ketika ada seorang pemuda kaya yang tiba-tiba bangkrut dan jatuh miskin datang kepada Nasruddin. Dia mengadu kesusahan hidupnya dan meminta untuk didoakan.
Dengan ekspresi yang begitu mantap, Nasruddin berkata, "pulang, dan datanglah kembali  tiga bulan lagi". Sebelum beranjak pulang, pemuda itu dengan nada penasaran bertanya, "apakah saya akan kembali menjadi orang kaya?" dengan kalem Nasruddin menjawab, "tidak, tetapi anda akan terbiasa dengan kemiskinan".
"Benarlah kata-kata: ala bisa karena biasa, tetapi ala biasa bisa berbahaya..."
Syarif_Enha@TamanSiswa, Agustus 2012
*pernah dipublikasikan di Bulletin Mocopat Syafaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H