Mohon tunggu...
Syarif Nurhidayat
Syarif Nurhidayat Mohon Tunggu... Dosen - Manusia yang selalu terbangun ketika tidak tidur

Manusia hidup harus dengan kemanusiaannya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Assalamu'alaikum "Pak Haji"

15 Agustus 2020   05:50 Diperbarui: 15 Agustus 2020   05:45 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan adanya hadits tersebut di atas, maka sebenarnya dapat kita pahami dengan sederhana bahwa seorang yang melaksanakan ibdah jum'at dengan ikhlas, maka dia mendapat nilai seperti seorang yang telah berhaji. Meski tidak harus berangkat ke kota Mekkah Al Mukarromah, namun dengan keikhlasannya, dia sejatinya telah berhaji. Maka berbahagialah kaum fakir dan miskin karena untuk menjadi seorang haji tidak mesti harus sampai secara fisik ke Baitullah.

Pernah penulis pernah iseng untuk me-reka-reka, mengapa ibadah jum'at bisa dipersamakan dengan haji. Barangkali karena adanya kemiripan, bahwa ibadah jum'at itu waktu dan tempatnya sudah ditentukan sehingga semua umat Islam dalam satu wilayah dapat berkumpul bersama, harus berjamaah, aturan rukun khotbahnya sangat ketat, keabsahannya juga dipersyaratkan dengan mendengarkan khutbah tersebut.

Bersikap Adil

Barang kali kita sepakat bahwa yang membedakan keutamaan seseorang di hadapan Allah adalah tingkat ketaqwaan dan keindahan perilakunya. Bukan dari banyaknya materi yang dimilikinya, atau tingginya ilmu yang dikuasainya, atau jabatan yang didudukinya. Sehingga kita sebagai manusia seyogyanya memberikan porsi yang sepadan. Jangan berlebih dan jangan berkurang.

Penyebutan gelar Haji pada seseorang yang telah menjalankan ibadah Haji bukan berarti buruk. Karena terkadang penyebutan itu bisa menjadi semacam pelindung atau batas bagi seseorang yang disebut Haji untuk lebih menjaga perilakunya. Namun jangan sampai pula gelar Haji ini menjadikan seseorang besar kepala. Menjadi sombong karena telah melihat Baitullah dan menjadi tamu Allah, sehingga merasa lebih mulia diantara orang-orang yang belum atau tidak bisa ke sana. Oleh karena itu kita harus hati-hati.

Sampai saat ini, kita memang lebih mudah untuk memberikan ukuran-ukuran yang tampak. Sehingga kita tidak pernah memberikan gelar haji kepada saudara-saudara kita yang setiap Jum'at selalu rajin beribadah dengan tekun. Namun satu hal yang mesti kita camkan, jangan sampai gelar-gelar rohani yang dilekatkan kepada seseorang, justru merusak keikhlsan hati karena secara tidak sadar terkikis oleh rasa berbangga diri. Na'udzubillaahi mindzalik. (Syarif)

*Artikel ini pernah dipublikasikan dalam Majalaah PesanTrend Edisi 6 Tahun I, Nopember 2009.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun